Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU KPK Disorot Organisasi Antikorupsi Internasional

TI mendesak Presiden Joko Widodo untuk menolak segala pembahasan revisi UU KPK dengan tidak mengirim surat presiden (Surpres). DPR juga disarankan menarik revisi yang disepakati sebelumnya.
Logo KPK ditutupi kain hitam/KPK
Logo KPK ditutupi kain hitam/KPK

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi antikorupsi internasional, Transparency International, menyoroti isu revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rencana revisi UU No. 30/2002 tentang KPK sebelumnya disepakati semua fraksi sebagai RUU atas usulan inisiatif badan legislatif DPR untuk kemudian dibahas bersama pemerintah.

LSM yang bermarkas di Jerman itu menyarankan agar Presiden Joko Widodo menolak RUU KPK karena bila disetujui dinilai membahayakan independensi KPK.

TI memandang perumusan RUU yang diusulkan secara signifikan mengurangi kewenangan KPK dan menunjukkan upaya terus menerus oleh legislator untuk melemahkan KPK secara sistematis.

KPK juga dinilai telah menjadi lembaga antikorupsi yang efektif, namun semua itu akan dapat dipertahankan bila KPK tetap independen yang mengacu pada United Nations Anti-Corruption Convention (UNCAC) dan Jakarta Principles on Anti-Corruption.

Adapun Pasal 6 UNCAC menyatakan lembaga-lembaga antikorupsi harus dapat berfungsi secara independen dan bebas dari konflik kepentingan.

Demikian pula dengan Prinsip Jakarta (Jakarta Principles) yang mendorong Negara untuk melindungi independensi lembaga-lembaga antikorupsi.

Ketua Transparency International Delia Ferreira Rubio mengatakan Indonesia berada di posisi ketiga terbawah dalam Indeks Persepsi Korupsi Transparency International selama beberapa tahun.

Upaya untuk melemahkan independensi dan wewenang KPK memiliki potensi serius bila revisi UU KPK itu dilanjutkan.

"Pemerintah Indonesia harus melakukan upaya yang lebih besar untuk memberantas korupsi dan tidak melakukan apa pun yang dapat merusaknya," katanya dalam keterangan pers, Rabu (11/9/2019).

TI juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk menolak segala pembahasan revisi UU KPK dengan tidak mengirim surat presiden. Selanjutnya, DPR juga disarankan menarik revisi yang disepakati.

Sekretaris Jenderal TI Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan Presiden Jokowi tidak boleh mengabaikan inisiatif revisi UU KPK oleh DPR dan harus cepat bertindak. 

"Mengurangi wewenang KPK adalah kontraproduktif untuk perbaikan level korupsi di Indonesia saat ini, ”kata Dadang Trisasongko.

Terpisah, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengaku revisi UU KPK bertentangan dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan prinsip-prinsip dalam Jakarta Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies pada 2012. 

"Tolong dilihat itu, Jakarta Principles disetujui di Jakarta oleh semua lembaga antikorupsi dunia, tiba-tiba kita ingin mengubahnya tidak sesuai dengan Jakarta Principles," kata Laode.

Salah satu poin dalam Jakarta Principles dan bertentangan dengan revisi UU KPK adalah terkait indepedensi. Dalam prinsip Jakarta, seluruh lembaga antikorupsi dunia mendorong Negara agar berani melindungi independensi lembaga antikorupsi.

Adapun pada draf revisi UU KPK, status kepegawaian di lembaga itu akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga mengancam independensi KPK selama ini.

Laode mengaku KPK menjadi contoh negara lain menyusul adanya Jakarta Principles, dengan membentuk lembaga antikorupsi independen. Laode mengatakan negara Prancis membentuk Agence Française Anticorruption (AFA).
 
"Banyak negara lain yang mencontoh KPK, dulu Prancis itu tidak punya lembaga antikorupsi. Prancis membentuk setelah dia melihat KPK dan membaca Jakarta principles," kata Laode.

Laode mengaku lebih baik DPR dan pemerintah merevisi UU nomor 20/2001 tentang Tipikor yang mengacu pada rekomendasi dalam UNCAC, dibanding dengan merevisi UU KPK.

Berikut 10 Persoalan Draf Revisi UU Menurut KPK :
 
1. Independensi KPK terancam
2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi
3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
4. Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
5. Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
7. Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas
8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan
9. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
10. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper