Bisnis.com, JAKARTA - Untuk ketiga kalinya dalam dua hari PM Inggris Boris Johnson kalah telak di parlemen setelah upayanya untuk mengadakan pemilu bulan depan dengan mudah digagalkan tadi malam.
Partai Konservatif pimpinan Johnson gagal memenangkan mayoritas dua pertiga suara yang dibutuhkan untuk mengadakan pemilihan umum. Partai itu hanya mengumpulkan 298 dari 434 suara yang diperlukan.
Setelah pemungutan suara tidak menguntungkannya, Johnson mencaci pemimpin oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn di depan para anggota parlemen.
"Saya pikir [Corbyn] telah menjadi pemimpin oposisi pertama dalam sejarah negara kami yang menolak undangan untuk menuju pemilihan umum," kata Johnson seperti dikutip Aljazeera.com, Kamis (5/9/2019).
Johnson mengatakan hanya bisa berspekulasi tentang alasan di balik keraguan pihak lawannya. Kesimpulan saya kesimpulan yang jelas adalah dia tidak berpikir dia akan menang, katanya.
Pihak Downing Street menegaskan Johnson tidak akan mengundurkan diri untuk memaksakan pemilihan umum setelah kehilangan kendali di Majelis Rendah (House of Commons) sehari sebelumnya.
Sementara itu, aliansi pembangkang yang terdiri dari 21 anggota parlemen Konservatif dikeluarkan dari partai pada Selasa malam karena berpihak pada kelompok oposisi.
Mereka mempermasalahkan rencana Johnson untuk menangguhkan parlemen selama lima minggu sebelum batas waktu Brexit pada tanggal 31 Oktober, sehingga memuluskan keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan pemisahan diri.
Banyak ekonom, pemimpin bisnis, administrator sektor kesehatan, dan analis politik mengatakan situasi seperti itu akan merugikan ekonomi UE. Pada sisi lain hal itu akan menjadi bencana bagi Inggris karena akan kekurangan obat-obatan dan makanan segar di antara konsekuensi lainnya.
Jika menang, Johnson dan penasihatnya percaya dia akan memiliki mandat untuk memenuhi janjinya untuk membawa Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober, baik ada kesepakatan atau tidak ada kesepakatan.
Dia juga akan dapat mencabut undang-undang baru yang yang berusaha untuk menunda Brexit.