Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LIPI Rekomendasi Pemerintah Kaji Ulang Skema Pemilu Serentak 2019, Ini Alasannya

Tim Koordinator Survei Prioritas LIPI Wawan Ichwanudin mengatakan pada Pemilu Serentak 17 April 2019, kontestasi Pilpres jauh lebih dominan menyita perhatian pemilih dibandingkan dengan pemilihan legislatif.
Kotak suara Pemilihan Umum 2019/Bisnis.com-Andhika
Kotak suara Pemilihan Umum 2019/Bisnis.com-Andhika

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia merekomendasikan pemerintah untuk meninjau ulang skema Pemilu serentak 2019. Sistem tersebut dinilai tidak terbukti mendorong pemilih dapat memilih secara rasional.

Tim Koordinator Survei Prioritas LIPI Wawan Ichwanudin mengatakan pada Pemilu Serentak 17 April 2019, kontestasi Pilpres jauh lebih dominan menyita perhatian pemilih dibandingkan dengan pemilihan legislatif.

Kondisi ini membuat kampanye Pileg menjadi terpinggirkan atau kurang mendapatkan porsi yang proporsional, baik di sisi partai dan para calegnya maupun dari sisi pemilih.

"Terlebih pemilu kita masih diikuti oleh partai dalam jumlah yang besar. Dengan jumlah partai dan caleg yang terlampau banyak di masing-masing lembar surat suara Pemilu anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota ditambah DPD RI dan Pilpres, sulit mengharapkan pemilih dapat melakukan hal tersebut," katanya saat pemaparan di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

LIPI baru menyelesaikan survei dengan responden survei publik dan survei terhadap elit dan tokoh terkait survei pascapemilu 2019. Sampel survei publik berjumlah 1.500 responden dengan margin error sebesar 2,53% dengan tingkat kepercayaan 95%.

Sedangkan survei elit dan tokoh dilakukan secara wawancara terhadap 119 responden dari berbagai kalangan mulai akademisi, politisi partai politik, jurnalis senior, pengurus asosiasi pengusaha, tokoh agamq, budayawan, tokoh gerakan perempuan, NGO dan pemuda di lima kota.

Adapun survei publik dilakukan pada 27 April - 5 Mei 2019. Sementara itu, pengumpulan survei elit dan tokoh dikumpulkan mulai 27 Juni - 8 Agustus 2019.

Hasilnya, 74% responden publik mengaku bahwa pemilu serentak atau mencoblos lima surat suara, lebih menyulitkan bagi pemilih dibandingkan jika Pemilu legislatif dan Pilpres diselenggarakan secara terpisah. Hanya 24 persen yang menyatakan sebaliknya.

Di sisi lain, responden elit ataupun tokoh yang setuju bahwa pemilu serentak 2019 lebih menyulitkan dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya mencapai 86 persen. Hanya sekitar 14 persen yang menganggap skema Pemilu serentak tahun ini tidak menyulitkan pemilih.

Selain itu, dalam survei elit atau tokoh, sebanyak 82 persen setuju bahwa pemilu serentak perlu diubah. Selebihnya memilih tidak setuju agar sistem yang pertama kali berlangsung tahun ini diubah.

Saat ditanya tentang sistem apa yang sebaiknya diterapkan untuk mengganti sistem Pemilu serentak 2019, responden tokoh dan elit agak terpecah. 46,9 persen memilih Pemilu terpisah antara pemilihan anggota legislatif dengan Pemilu eksekutif. Selebihnya 34,7 persen memilih pemilu terpisah antara Pemilu pada tingkat nasional dengan Pemilu pada tingkat lokal.

Selanjutnya 6,1 persen memilih Pemilu terpisah seluruhnya antara Pilpres, Pileg dan Pilkada. Adapun lainnya mencapai 10,2 persen.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan skema lima kotak yang diterapkan pada Pemilu 2019 menyebabkan masalah bagi penyelenggara, peserta hingga pemilih.

Banyaknya surat suara membuat efektifitas pemilihan juga berkurang. Dia menerangkan, pada pemilihan April 2019, setidaknya jutaan surat suara ditemukan tidak sah.

"19 persen surat suara atau 29 juta surat suara DPD Ri ditemukan tidak sah. Kemudian DPR RI suara terdapat 17 juta surat suara atau sekitar 11,12 persen tidak sah. Pada 2014 hanya 14 juta surat suara tidak sah," katanya.

Menurutnya, masalah tersebut harus menjadi bahan refleksi bagi pemerintah. Sehingga diharapkan akan memberikan pemilu yang mudah dan peserta bisa berkompetisi dengan gagasan dan program.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper