Bisnis.com, JAKARTA - Berita bohong alias hoax tidak hanya ramai di Indonesia saja. Biasanya, hoax kerap menyasar agama mayoritas di sebuah negara untuk memberikan pengaruh besar.
Staf Ahli Kominfo RI Hendry Subiakto mengatakan hoax selalu muncul setiap dimulainya permainan politik di sebuah negara. Banyak negara terutama di negara dengan ideologi liberal maupun demokrasi mengalami kondisi serupa.
Biasanya pola penyebaran hoax menyentuh persoalan keagamaan, suku dan dan antar golongan. Langkah ini dilakukan oleh penyebar berita bohong itu untuk mempengaruhi orang dalam jumlah besar.
"Jadi kalau di Amerika, masyarakat yang dipengaruhi adalah orang yang kulit putih Amerika yang beragama Kristen atau Protestan dan berbahasa Inggris. Karena yang mau dicari adalah dukungan mayoritas," katanya di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Kondisi tersebut juga terjadi di Brazil serta Eropa. Di Brazil karakteristik hoax yang disebarkan menyangkut dengan agama Katolik. Agar mempengaruhi penganut Katolik, informasi hoax juga menggunakan jargon-jargon khas agama tersebut.
Begitupun di Eropa, para buzzer hoax membuat kabar hobong yang mengancam tentang mayoritas maupun penganut fanatik. "Yang terjadi adalah ketakutan kepada asing, kepada imigran di Eropa. Di Indonesia polanya hampir sama, tetapi dengan konteks yang berbeda," terangnya.
Menurutnya kabar bohong sengaja diciptakan secara terstruktur, sistematis dan masif. Bahkan perihal pemanfaatan media masa, kabar hoax disampaikan melalui media abal-abal seperti ChristianTimes. Di Amerika beberapa media ternama diserang seperti New York Times dan CNN.
"Itu fenomena yang hampir sama [dengan Indonesia]," ujarnya.