Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berkah Perang Dagang untuk Thailand

Pemerintah Thailand melihat adanya harapan dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China di saat perusahaan teknologi seperti Sony Corp. memindahkan produksinya ke ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut.
Perang dagang AS China/istimewa
Perang dagang AS China/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Thailand melihat adanya harapan dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China di saat perusahaan teknologi seperti Sony Corp. memindahkan produksinya ke ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut.

Menurut Badan Pengembangan Ekonomi & Sosial Nasional Thailand, setidaknya ada 10 perusahaan yang sedang dalam proses relokasi kegiatan produksi dari China ke Thailand.

Badan tersebut juga menyatakan bahwa ada lebih dari belasan perusahaan lainnya berpotensi memilih Thailand sebagai lokasi produksi mereka yang baru.

"Kita mungkin tidak akan melihat dampaknya terhadap ekonomi saat ini, tetapi pada paruh kedua 2019, aksi ini dapat memberikan faktor positif terhadap pertumbuhan, ujar perwakilan badan pengembangan Deputi Sekretaris Jenderal Wichayayuth Boonchit, seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (19/8/2019).

Ketegangan perdagangan telah melemahkan pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada ekspor di Asia sehingga memicu permintaan untuk kebijakan moneter dan fiskal yang lebih longgar.

Selain Thailand, negara-negara seperti Vietnam dan Indonesia juga berlomba-lomba untuk menarik investasi dari produsen yang ingin lolos dari tarif AS atas impor dari China.

10 perusahaan yang akan memindahkan beberapa kegiatan manufakturnya ke Thailand termasuk Sony, Sharp Corp, Harley-Davidson Inc. dan Delta Electronics Inc.

Sebagian besar telah menyelesaikan proses pemilihan lokasi di dekat Bangkok atau di zona pengembangan Koridor Ekonomi Timur, menurut badan pembangunan ekonomi dan sosial.

Sebelumnya mereka mengatakan produk domestik bruto Thailand naik 2,3% pada kuartal kedua dari tahun sebelumnya, yang merupakan laju paling lambat dalam hampir 5 tahun terakhir sebagai dampak dari perang dagang.

Ekonomi Thailand yang bergantung pada perdagangan telah terpukul oleh ekspor yang merosot, nilai tukar mata uang yang melonjak, dan kedatangan wisatawan yang lesu, di tengah ancaman penundaan anggaran sejak pemerintah baru mengambil alih jabatan bulan lalu yang menimbulkan risiko lebih lanjut.

Awal bulan ini, Bank Sentral Thailand secara tak terduga memotong suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam lebih dari 4 tahun, dan mengatakan pihaknya melihat lebih banyak ruang untuk pelonggaran pada masa depan.

Boonchit menyampaikan pula bahwa Badan Pengembangan Ekonomi & Sosial Nasional Thailand memangkas proyeksi pertumbuhan setahun penuh menjadi 2,7% -3,2% atau turun dari perkiraan sebelumnya 3,3% -3,8% karena laju kuartal kedua akan menjadi yang paling lambat tahun ini.

Adapun, perkiraan untuk ekspor diubah menjadi kemungkinan kontraksi sebesar 1,2%, dari perkiraan sebelumnya yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,2%.

Menanggapi rilis data ini, Gubernur Bank Sentral Thailand Veerathai Santiprabhob mengatakan otoritas moneter kemungkinan akan memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi 2019 pada pertemuan September. Bank sentral saat ini memperkirakan ekspansi untuk 2019 akan berada pada kisaran 3,3%.

"Dengan permintaan global yang lemah dan penurunan di sektor pariwisata kemungkinan akan menyeret prospek pertumbuhan di kuartal mendatang, kami memperkirakan ekonomi tetap lemah," ujar ekonom senior kawasan Asia di Capital Economics, Gareth Leather.

Selain perang perdagangan, pelemahan ekspor juga disebabkan oleh kenaikan baht hampir 8% selama 12 bulan terakhir, menjadikannya mata uang berkinerja terbaik di Asia yang dilacak oleh Bloomberg.

Bank sentral telah mengambil serangkaian langkah untuk mengekang arus masuk jangka pendek dan melakukan intervensi di pasar mata uang untuk menahan penguatan baht.

Kabinet dijadwalkan bertemu pada Selasa (20/8/2019), untuk membahas proposal stimulus pemerintah sebesar 316 miliar baht yang diumumkan pekan lalu.

Pemerintah kemungkinan akan meningkatkan investasi melalui pengeluaran publik dan belanja perusahaan-perusahaan negara. Thailand juga dapat mengambil manfaat melalui investasi dari perusahaan-perusahaan yang ingin pindah dari China di tengah perang dagang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper