Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW Soroti Remisi Kasus Korupsi

Dalam catatan ICW, terdapat 338 napi korupsi yang diberikan remisi oleh Kemenkumham. Padahal, menurutnya, aturan terkait pemberian remisi telah secara tegas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012.
Menkumham Yasonna Laoly (kedua kanan) berjalan bersama Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril (tengah) usai melakukan pertemuan bersama di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Menkumham Yasonna Laoly (kedua kanan) berjalan bersama Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril (tengah) usai melakukan pertemuan bersama di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi pada HUT Kemerdekaan ke-74 RI pada 17 Agustus lalu.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyayangkan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) yang memberi keleluasaan kepada narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan pengurangan hukuman tersebut.

Dalam catatan ICW, terdapat 338 napi korupsi yang diberikan remisi oleh Kemenkumham. Padahal, menurutnya, aturan terkait pemberian remisi telah secara tegas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012.

"Patut untuk dipahami bahwa pemberian remisi pada narapidana kasus korupsi berbeda dengan narapidana tindak pidana umum lainnya," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Senin (19/8/2019). 

Pemberian remisi terhadap napi kasus korupsi sesuai dengan Pasal 34 A aturan a quo ditambahkan dua poin, yakni bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Hal tersebut berbeda dengan tindak pidana umum yang hanya mensyaratkan berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan. 

Kurnia mengatakan praktik korupsi telah dikategorikan sebagai extraordinary crime sehingga perlakuan pada pelaku korupsi tidak bisa disamaratakan seperti tindak pidana lainnya. 

Oleh karena itu, menurutnya, tidak dibenarkan jika adanya pernyataan dari KemenkumHAM yang menyebutkan pertimbangan pemberian remisi pada narapi korupsi hanya terbatas pada berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan.

"Maraknya pemberian remisi pada narapidana kasus korupsi bagaimanapun akan menganggu stabilitas dari pemberian efek jera pada sistem peradilan pidana," kata Kurnia.

Selain itu, keterbukaan informasi pada KemenkumHAM juga patut dikritisi lantaran hingga saat ini tidak ada data yang dipaparkan mengenai total narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi. 

ICW dalam pernyataannya meminta KemenkumHAM dapat benar-benar selektif dalam memberikan remisi pada narapidana kasus korupsi serta memperhatikan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012.

KemenkumHAM juga harus membuka data terkait jumlah dan nama-nama narapidana korupsi seluruh Indonesia yang mendapatkan remisi tersebut.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper