Bisnis.com, JAKARTA – Persetujuan kenaikan pagu anggaran untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang diberikan DPR RI pada Masa Sidang V lalu mendapat sorotan publik.
Menurut Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indoensia (Formappi), kedua kementerian ini harusnya tidak layak mendapat tambahan anggaran karena pengelolaan anggaran mereka mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 285/2015, salah satu syarat untuk mendapat kenaikan pagu indikatif adalah mendapat opini WTP dari BPK.
"Meski pagu indikatif untuk Kementerian PUPR sebesar Rp103,8 triliun turun dari APBN sebelumnya sebesar Rp117 triliun," kata Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo di kantornya, Kamis (15/8/2019).
Dalam pagu indikatif yang sudah disusun, Kementerian PUPR mendapat anggaran Rp103,8 triliun untuk tahun anggaran 2020. Namun, kementerian ini meminta tambahan anggaran Rp16,7 triliun untuk tahun anggaran yang sama dalam rapat dengan Komisi V DPR RI Juni lalu.
DPR lantas menyetujui usulan kenaikan ini. Pada waktu bersamaan, lembaga legislatif juga mengakomodasi permintaan tambahan anggaran dari Kemenpora sebesar Rp555,4 miliar.
Formappi juga menyoroti adanya penurunan semua anggaran untuk DPR RI pada tahun anggaran 2020.
Baca Juga
Dalam pagu indikatif yang disusun pemerintah, DPR RI mendapat pagu indikatif sebesar Rp3,08 triliun atau turun dari anggaran di APBN sebesar Rp5,73 triliun. Namun, DPR akhirnya mengusulkan tambahan pagu anggaran hingga Rp4 triliun untuk tahun depan.
"Jika ini disetujui dalam RAPBN maka DPR akan memeroleh anggaran Rp7 triliun. Artinya, justru DPR akan mengalami kenaikan anggaran signifikan sebesar Rp2 triliun. Tambahan ini menunjukan DPR tetap saja mementingkan kepentingannya sendiri," tuturnya.
Catatan ketiga, Formappi menyoroti adanya usulkan dari rapat kerja di DPR agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapat tambahan pagu anggaran sebesar Rp10 triliun untuk tahun depan. Padahal, di pagu indikatif kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti ini mendapat alokasi Rp6,47 triliun.
"Pemberian tambahan ini tidak sesuai PMK 285/2015 dimana salah satu syarat untuk memperoleh kenaikan jika serapan anggaran minimal 95%. Sementara serapan anggaran KKP pada 2017 hanya 79,89%. DPR tidak konsisten menjalankan fungsi anggaran sesuai dengan dasar yang telah ditetapkan," katanya.