Bisnis.com, JAKARTA - Sikap DPR RI yang menyepakati penurunan target pendapatan negara 2020 dari rancangan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) mendapat kritik.
Menurut Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), DPR RI harusnya bisa menekan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara.
Dalam KEM PPKF, pendapatan negara ditargetkan 12,7-13,9 persen dari PDB. Namun, DPR dan Pemerintah menyepakati pendapatan negara menjadi 12,60-13,72 persen dalam pendahuluan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.
"Ini menunjukkan DPR tak percaya pemerintah bisa mendapatkan pendapatan sebesar itu, atau DPR gagal menekan pemerintah agar meningkatkan pendapatan negara," kata Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo di kantornya, Kamis (15/8/2019).
DPR dan Pemerintah telah menyepakati pendahuluan RAPBN 2020 sejak 9 Juli 2019. Sejumlah perubahan disepakati lembaga eksekutif dan legislatif dari rancangan KEM PPKF yang dibuat oleh pemerintah.
Selain menyepakati perubahan rancangan pendapatan negara, Pemerintah dan DPR juga sepakat menurunkan angka belanja negara dari 14,4-15,4 persen menjadi 14,35-15,24 persen.
Baca Juga
Menurut Made, DPR patut diapresiasi karena bisa menekan pemerintah agar menurunkan anggaran belanja di pendahuluan RAPBN 2020. Selain itu, Formappi menganggap DPR kritis dalam menyikapi rasio utang pemerintah yang saat ini mencapai 30,33 persen dari PDB.
Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) per Agustus 2019, rasio utang terhadap PDB Indonesia pada Kuartal II/2019 mencapai 36,79 persen. Rasio ini turun dibanding Kuartal I/2019 dimana perbandingan jumlah utang dengan PDB mencapai 36,92 persen.
Meski rasio utang terhadap PDB sudah lebih dari 30 persen, namun Bank Indonesia (BI) menjamin struktur utang tetap dalam kondisi sehat.
"Peran ULN akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian," tulis BI dalam Ringkasan Eksekutif SULNI Periode Agustus 2019.