Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja DPR RI selama Masa Sidang V Periode 2018/2019 dianggap tidak maksimal. Anggapan itu disampaikan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).
Menurut Peneliti Formappi Lucius Karus, kinerja DPR selama masa sidang sejak 8 Mei hingga 25 Juli 2019 tidak lebih baik dibandingkan masa sidang sebelumnya.
“DPR masih akan dinilai buruk dengan etos kerja keropos, tak menutupi kenyataan sesungguhnya fungsi DPR belum bisa dikatakan sudah bekerja lebih baik dibanding masa sidang sebelumnya,” kata Lucius di kantornya, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma juga mengatakan hal serupa. Ia menambahkan perasaan kagetnya lantaran DPR RI hanya bisa menghasilkan satu rancangan undang-undang (RUU) prioritas yaitu tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Padahal, lanjutnya, sejumlah RUU harusnya bisa diselesaikan karena menyisakan beberapa isu krusial, seperti RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU Perkoperasian, RUU Sumber Daya Air, hingga RUU Jabatan Hakim.
“RUU tersebut seharusnya bisa digenjot maksimal di masa sidang akhir,” ucap Leo.
Leo mengatakan, kontrol ketat dalam prosesnya legislasi beberapa RUU juga harus diperhatikan. Alasannya, beberapa rancangan beleid dianggap rentan ditransaksikan seperti RUU Sumber Daya Air yang berpotensi Iolos dengan pola transaksional jika luput dari perhatian publik.
Menurut Formappi, rendahnya kinerja DPR pada Masa Sidang V diakibatkan rendahnya koordinasi antara Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR.
“Masih begitu banyak RUU prioritas tersisa yang harus diselesaikan, baik yang belum pernah terjamah sama sekali maupun yang sudah dalam pembicaraan tingkat pertama. RUU itu sehingga menjadi polusi atau mengotori kinerja DPR,” katanya.