Bisnis.com, JAKARTA — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ingin mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Partai Gerindra tidak yakin rencana itu bisa dibahas dalam waktu dekat.
Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan usul tersebut sudah diajukan 10 tahun lalu dan selalu gagal. Untuk saat ini, belum bisa dibicarakan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui komisi terkait.
“Mungkin tahun 2021. Kan kita fokus dulu tahun ini dan tahun depan persiapan dan pelaksanaan pilkada. Bahkan kalau dimungkinkan, revisi undang-undang pilkada lebih baik tahun ini atau tahun depan,” kata Riza saat dihubungi Selasa (6/8/2019).
Riza yang juga Wakil Ketua Komisi II menjelaskan partainya masih akan melihat sisi baik dan buruk perubahan sistem. Gerindra masih berada pada posisi sistem terbuka dan belum menentukan sikap atas keinginan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Alasan Gerindra masih di posisi tersebut karena pemilu lebih demokratis. Calon anggota legislatif tidak harus memperebutkan nomor urut paling atas karena peluang untuk lolos terbuka lebar.
“Kedua, supaya semuanya bekerja. Memang kalau proporsional tertutup itu nanti yang kerja cuma nomor urut di atas. Kalau dikira 1 kursi saja yang dapat, nomor urut 1 saja yang kerja. Kalau dua kursi, cuma nomor urut 1 dan 2,” jelasnya.
Baca Juga
Gerindra saat ini masih fokus pada evaluasi pemilu 2019. Mereka melihat banyak yang perlu diperbaiki seperti banyak petugas pemilu meninggal dunia, politik uang, dan penggunaan pejabat negara yang tinggi.
“Nah, salah satunya adalah dengan memisahkan pileg dan pilpres. Ini penyebabnya karena pemilu serentak. Kalau dipisah, akan berkurang nanti penggunaan kewenangan kekuasaan,” ucap Riza.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem perwakilan yang memungkinkan pemilih turut serta dalam menentukan para anggota DPR melalui pemilihan. Berbeda dengan sistem tertutup, hanya partai yang menentukan siapa menjadi wakil rakyat berdasarkan nomor urut paling atas.