Bisnis.com, JAKARTA—Jabatan gubernur sebaiknya dihapuskan saja melalui amendemen Undang-undang karena selain wilayah, kewenangannya pun tidak jelas karena kekuasaan dalam sistem otonomi daerah berada pada daerah tingkat dua atau bupati dan wali kota.
Demikian mengemuka dalam diskusi terkait wacana amendemen Undang Negara Republik Indonesia yang diadakan oleh Biro Humas MPR di Kompleks Parlemen, Senin (29/7).
Turut jadi nara sumber pada diskusi itu Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di MPR, Ali Taher Parasong dan pengamat politik Emrus Sihombing dari Universitas Pelita Harapan.
Ali Taher mengatakan bahwa sejak era reformasi, kewenangan gubernur menjadi tumpang tindih dengan para bupati dan walikota sehingga kewenangannya tidak jelas.
Dia menilai wibawa para gubernur juga menjadi lemah karena selain hanya bersifat koordinator mereka juga sama-sama dipilih langsung oleh rakyat.
“Dari dulu saya setuju jabatan gubernur dihapuskan saja. Hanya menghabiskan anggaran karena wilayahnya dan kewenangannya tidak jelas,” ujarnya.
Dia menambahkan untuk posisi setingkat gubenur cukup diisi oleh koordinator wilayah yang diisi oleh pejabat setingkat Eselon I.
Menurut Ali dalam posisinya yang diisi oleh pejabat dari pusat tersebut, fungsi koordinator wilayab (Korwil) tersebut cukup menjadi perwakilan pemerintah pusat di daerah.
Dengan demikian, katanya, Korwil nantinya berperan mengkoordinasiakan para kepala daerah dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Sependapat dengan Ali Taher, Emrus Sihombing juga mengatakan jabatan gubenur sebaiknya dihapus saja karena dinilai tidak ada gunanya selain menhabiskan anggaran.
Dia menganalogikan dengan fungsi dekan di sebuah perguruan tinggi yang juga seharusnya dihapuskan saja.
Kalau dianalogikan dengan para Ketua Jurusan Progran Studi, para walikota dan bupati itulah yang seharusnya memegang kewenangan dan memiliki keahlian dalam melaksanakan pembangunan.
Artinya, para bupati dan walki kota diperintah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.