Bisnis.com, JAKARTA - Kepatuhan pajak sektor industri kelapa sawit mendapat sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi menyusul rendahnya kontribusi bagi penerimaan negara.
Luas areal perkebunan kelapa sawit yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan pendapatan pajak dari sektor tersebut.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan sebesar 40 persen di sektor industri kelapa sawit tidak patuh membayar pajak. Tapi, dari angka tersebut, Syarif tidak menyebut jumlah Wajib Pajak (WP) secara keseluruhan.
Dalam kajian Litbang KPK, potensi pajak yang tidak terpungut pemerintah dalam industri kelapa sawit sekitar Rp18,13 triliun pada 2016.
"Coba lihat tahun 2018 pembayar pajak terbesar siapa? Enggak ada itu dari [komoditas] sawit, yang ada banyak BUMN. Itu pembayar pajak terbesar. Salah satunya itu yang ingin kami dalami," kata Syarif dalam suatu diskusi, Selasa (16/7/2019).
Selain tidak optimalnya pungutan pajak sektor kelapa sawit oleh Dirjen Pajak, lembaga antirasuah juga menyoroti temuan kelemahan dalam tata kelola komoditas kelapa sawit.
Baca Juga
Temuan itu di antaranya sistem pengendalian perizinan usaha perkebunan tidak akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha dan tidak efektifnya pengendalian pungutan ekspor komoditas kelapa sawit.
Syarif mengatakan KPK yang memiliki fungsi koordinasi, supervisi, dan trigger mechanism membantu pemerintah agar mendapatkan penghasilan yang maksimum melalui kajian tersebut.
Sejumlah temuan tersebut sudah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Keuangan dan berharap agar segera ditindaklanjuti.
Masalah lain, ditemukan masih adanya kebun kelapa sawit di kawasan hutan yang sebetulnya bisa menjadi potensi pajak. Dalam catatan KPK, 2.535.495 hektare dikuasi oleh 10 perusahaan besar.
"Bagaimana kalau kita terima pajaknya dari yang seperti ini, kan, katanya ilegal tapi pajaknya mau terima," kata Syarif.