Bisnis.com, JAKARTA -- Kejahatan perdagangan orang (human trafficking) di Indonesia paling banyak memakan korban perempuan dari 5 daerah, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise menyebutkan banyak orang Indonesia yang menjadi korban perdagangan karena termakan iming-iming pekerjaan menjanjikan di luar negeri.
“Saat saya ke Dubai contohnya, saya bertemu 275 perempuan [korban perdagangan orang]. Mereka menangis dan meminta pulang. Saya bilang seandainya saya bawa pesawat besar saya angkut semua pulang,” ujarnya di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Menurut Yohana, perdagangan orang menjadi salah satu masalah serius yang harus segera ditangani. Dia mengungkapkan saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan perdagangan orang internasional.
Hingga kini, Kementerian PPPA belum memiliki data mengenai berapa jumlah korban perdagangan orang dari Indonesia. Tetapi, Yohana menyatakan terpeliharanya praktik perdagangan orang di Indonesia tak bisa dilepaskan dari adanya campur tangan banyak mafia, baik dari pihak pemerintah maupun luar negeri.
“Saya harus katakan terus terang, susah [mengatasi perdagangan orang]. Bisa saja semua bermain. Orang kita sendiri bermain, pejabat kita sendiri bermain, dan itulah korban dimana-mana,” ucapnya.
Baca Juga
Saat ini, masyarakat Indonesia dinilai belum memiliki kesadaran tinggi untuk melindungi dan menyelamatkan para perempuan dan anak dari praktik perdagangan orang.
Banyak korban perdagangan orang yang awalnya sukarela pergi ke luar negeri karena kesulitan mendapat pekerjaan di Indonesia. Namun, setelah sampai di negara tujuan ternyata mereka menjadi korban perdagangan orang dengan berbagai modus.
Yohana melanjutkan banyak praktik perdagangan orang yang dilakukan penduduk atau wisatawan dari luar negeri di Indonesia. Salah satunya terjadi di Bali.
Dia bercerita tentang seorang wisatawan dari Australia yang datang dan tinggal di Bali dengan modus menjadi pengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak. Faktanya, warga Australia itu bukan hanya mengajar Bahasa Inggris tapi juga melecehkan dan menjual anak-anak dari Pulau Dewata.
“Pemerintah sudah usaha melakukan edukasi dan sosialisasi, kami juga sudah kerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos) dan beberapa kementerian. Tetapi, menurut saya kesadaran masyarakat Indonesia untuk menyelamatkan perempuan masih sangat rendah,” papar Yohana.
Keluarga dan masyarakat pun diminta lebih menyadari bahanya perdagangan orang. Masyarakat harus mulai sadar terhadap bahaya menerima tawaran kerja tanpa kejelasan di luar negeri.