Bisnis.com, JAKARTA -- Dampak dari penolakan Mahkamah Agung (MA) atas permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus transmisi konten asusila terus bergulir.
Saat ini, telah muncul banyak desakan agar Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril atas kasus yang menjeratnya. Jokowi juga telah angkat suara dan mempersilakan Baiq Nuril jika hendak mengajukan amnesti.
Atas perkembangan pascapenolakan PK itu, MA kembali bersuara. Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan Baiq Nuril memiliki hak untuk mengajukan amnesti sesuai UUD 1945.
Jaminan hukum atas rencana pengajuan amnesti oleh Baiq Nuril terdapat di Pasal 14 UUD 1945. Andi menerangkan sebelum menerima atau menolak permintaan amnesti, Jokowi selaku Presiden harus mendengar dan memperhatikan pendapat dari lembaga legislatif terlebih dulu.
"Sebelum memutuskan akan mengabulkan atau menolak [permohonan amnesti] terlebih dulu mendengar atau memperhatikan pendapat dari DPR. Jadi, bukan MA," ujarnya dalam konferensi pers di gedung MA, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Pasal 14 UUD 1945 mengatur wewenang Presiden untuk memberi Grasi, Rehabilitasi, Amnesti, atau Abolisi yang diajukan seseorang kepadanya.
Baca Juga
Pada Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 disebutkan, Presiden harus mempertimbangkan pertimbangan MA sebelum memberi Grasi atau Rehabilitasi. Kemudian, Pasal 14 ayat (2) UUD menyatakan bahwa Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Dalam permohonan PK yang diajukannya, Baiq Nuril mendalilkan ada kekhilafan atau kekeliruan hakim saat memutus perkaranya di tingkat kasasi. Tetapi, Majelis Hakim sidang PK menganggap tidak ada kekhilafan sehingga keputusan kasasi tetap berlaku.
"Putusan kasasi sudah benar karena yang diadili adalah terdakwa Baiq Nuril terbukti bersalah. Alasan-alasan lain tidak terbukti, maka menurut Majelis Hakim PK putusan Majelis Kasasi tetap berlaku. Dengan adanya putusan itu, maka proses hukum yang ditempuh Baiq Nuril sudah berakhir, selesai," sambung Andi.