Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Sebut Percepatan Waktu Munas Golkar Wajar

Percepatan waktu penyelenggaraan forum musyawarah tertinggi atau musyawarah nasional (munas) di sebuah partai politik wajar terjadi.
Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto memberikan pidato politiknya saat Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/4/2019)./ANTARA-Muhammad Adimajaama
Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto memberikan pidato politiknya saat Kampanye Akbar Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/4/2019)./ANTARA-Muhammad Adimajaama

Bisnis.com, JAKARTA - Percepatan waktu penyelenggaraan forum musyawarah tertinggi atau musyawarah nasional (munas) di sebuah partai politik wajar terjadi.

Pendapat itu dikemukakan Peneliti Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Menurutnya, pelaksanaan forum musyawarah tertinggi untuk menentukan pimpinan dan arah politik sebuah parpol wajar dimajukan, apalagi pasca penyelenggaraan pemilu.

Pendapat itu dia kemukakan pasca melihat adanya pemajuan jadwal Kongres Nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari jadwal awal di permulaan 2020 menjadi Agustus 2019. Langkah PDIP diikuti PKB yang akan menggelar Muktamar dari awalnya September menjadi Agustus 2019

"Percepatan Munas itu lazim terjadi dalam sebuah organisasi," kata Karyono kepada wartawan, Minggu (7/7/2019) malam.

Selain PDIP dan PKB, saat ini muncul wacana akan dilakukannya pelaksanaan Musyawarah Nasional Golkar. Pelaksanaan Munas yang awalnya dijadwalkan Desember 2019 direncanakan maju menjadi Agustus atau September tahun ini.

Karyono menganggap percepatan waktu Munas merupakan hal bagus. Alasannya, pemerintahan baru hasil Pilpres 2019 membutuhkan kepastian yang akan muncul dari pelaksanaan Munas.

Menurutnya, pemerintah akan membutuhkan kepastian dari setiap parpol, tak terkecuali Golkar. Kepentingan dimiliki agar pemerintah hasil Pilpres 2019 bisa efektif menyusun kabinet baru.

"Jangan sampai Munas Golkar menjadi liar dan sulit dikendalikan. Sementara itu, pemerintahan Jokowi masih membutuhkan dukungan Golkar. Pasalnya, harus diingat kekuatan partai pendukung koalisi Jokowi-Ma'ruf di parlemen dalam perhitungan sementara hanya 60,8 persen," ujarnya.

Kebutuhan juga dimiliki pemerintah karena Golkar, bersama PDIP dan PKB, merupakan beberapa parpol yang menjadi bagian koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019. Karena itu, jika salah satu parpol ada yang menyatakan pembelokan dukungan pasca Pilpres maka hal itu akan merugikan pemerintahan baru.

"Secara matematis, seandainya Golkar keluar dari koalisi maka dukungan politik pemerintahan Jokowi di parlemen berkurang," katanya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lalu Rahadian
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper