Bisnis.com, JAKARTA – Huawei Technologies menyatakan telah mengirimkan 100 juta smartphone ke pasar internasional tahun ini per 30 Mei 2019.
Presiden lini produk smartphone untuk grup bisnis konsumen Huawei, He Gang, mengungkapkan angka itu dalam acara peluncuran ponsel Nova 5 di Wuhan, China, pada Jumat (2/6/2019). Ponsel ini ditenagai oleh chipset 7-nanometer baru Kirin 810 keluaran Huawei.
Setelah bertahun-tahun mendominasi papan atas pasar ponsel global, kedigdayaan Huawei terancam eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Gesekan perdagangan China dengan Amerika Serikat meningkat pada Mei, ketika Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap barang-barang China senilai US$200 miliar.
Pemerintahan Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif hingga 25 persen pada sisa impor China senilai US$300 miliar.
Sejak tahun lalu, AS telah mendorong aliansinya untuk tidak menggunakan perangkat Huawei saat membangun jaringan 5G karena alasan keamanan terkait dugaan keterlibatan perusahaan ini dengan pemerintah China.
Eskalasi konfrontasi tarif antara dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia itu serta merta menyeret Huawei. Pada Mei pula, Trump meningkatkan tekanannya dengan memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam.
Akses Huawei kepada pemasok-pemasok komponennya di AS diblokir. Larangan tersebut secara efektif melarang raksasa peralatan telekomunikasi China itu untuk melakukan bisnis dengan perusahaan-perusahaan AS.
Pada Senin (17/6/2019), pendiri sekaligus CEO Huawei, Ren Zhengfei, mengakui bahwa dampak dari larangan yang pemerintah AS terhadap Huawei ternyata lebih berat dari yang diperkirakan.
Ia memperkirakan sanksi itu bisa berakibat pada turunnya pendapatan perusahaan menjadi sekitar US$100 miliar pada 2019 dan 2020. Pengiriman smartphone Huawei ke pasar internasional pun diprediksi bakal turun hingga 40 persen.
“Kami tidak mengira mereka akan menyerang kami dalam banyak aspek,” ungkap Ren. Namun, ia meyakini kondisi bisnis perusahaan akan membaik pada 2021.
Ren juga menegaskan Huawei tidak akan memangkas biaya penelitian dan pengembangan (Research & Development/R&D) maupun merumahkan para karyawannya, terlepas dari perkiraan dampak yang akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan.