Bisnis.com, JAKARTA – Para pemimpin bisnis di Amerika Serikat (AS) ramai-ramai mengkritik perang perdagangan Presiden Donald Trump, setelah merilis survei yang menunjukkan turunnya kepercayaan mereka terhadap ekonomi.
Indeks CEO Economic Outlook yang dirilis kelompok Business Roundtable turun 5,7 poin menjadi 89,5, level terendah sejak kuartal keempat 2016, meskipun tetap di atas rata-rata historis indeks yakni 82,6 dan jauh di atas ambang batas yang menunjukkan ekspansi.
Data itu dibuat berdasarkan survei terhadap 127 CEO yang dilakukan dari 16 Mei hingga 3 Juni 2019. Selama periode tersebut, ketegangan antara AS dan dua mitra dagang terbesarnya, China dan Meksiko, meningkat.
Kendati masih tetap tinggi, indeks CEO Economic Outlook turun pada kuartal kedua untuk kelima kalinya berturut-turut dan jatuh ke level terendah sejak Trump menjabat sebagai Presiden AS pada Januari 2017.
Survei yang sama juga menunjukkan ekspektasi penjualan jatuh ke posisi terendahnya selama pemerintahan Trump, sedangkan rencana untuk investasi modal dan perekrutan turun ke level terlemah sejak 2017.
“Efek langsung dari tarif perdagangan lebih lanjut akan menjadi negatif, merusak kepercayaan bisnis, dan meningkatkan risiko penurunan,” jelas CEO JPMorgan Chase & Co. Jamie Dimon, seperti dikutip dari Bloomberg.
“Roundtable tidak mendukung pengenaan tarif, terlepas dari adanya isu-isu nyata dengan China,” tambah Dimon yang bertindak sebagai Chairman Roundtable.
Komentarnya digemakan oleh CEO Cummins Inc. Tom Linebarger, yang mengatakan beban tarif saat ini melebihi manfaat dari pemotongan pajak Trump. Menurutnya, penghapusan tarif dapat membantu ekonomi AS menghindari perlambatan.
“Ini [tarif] adalah angka yang besar dan kami yang membayar tarif impor untuk China,” keluh Linebarger.
Dimon menambahkan, jika pemerintah AS menaikkan tarif impor lebih lanjut terhadap barang-barang asal China senilai sekitar US$300 miliar seperti yang diancam oleh Trump baru-baru ini, dampaknya akan melampaui biaya langsung yang relatif kecil untuk AS serta memengaruhi sentimen bisnis dan investasi.
“Hal itu menambah risiko mendorong kita pada penurunan. Itu hanya akan meningkatkan risiko hasil yang buruk,” jelas Dimon.
Senada, CEO International Business Machines Corp. Ginni Rometty mengutarakan bahwa ketidakpastian merupakan risiko terbesar bagi perekonomian saat ini.
“Rencana-rencana CEO untuk perekrutan dan investasi modal tetap sehat, tetapi ketidakpastian tentang kebijakan perdagangan AS, pelemahan kondisi pertumbuhan global, dan tidak adanya tindakan terhadap isu kebijakan publik lainnya memprihatinkan,” pungkas Dimon dalam sebuah pernyataan.