Bisnis.com, SOLO -- Ratusan warga berebut gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) di halaman Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Masjid Agung Solo, Kamis (6/6/2019).
Ada 1.000 gunungan atau tumpeng jaler dan estri yang diperebutkan warga. Sebelumnya, gunungan tersebut diarak sebagai salah satu rangkaian kegiatan Grebeg Syawal.
Pantauan Bisnis.com, ratusan warga sudah menunggu di halaman Kori Kamandungan serta di Masjid Agung Solo sejak pukul 08.30 WIB. Mereka menunggu kirab Grebeg Syawal yang diselenggarakan secara rutin setiap Idulfitri di Keraton Solo.
Pukul 10.30 WIB pasukan kirab mulai keluar dari Kori Kamandungan sambil membawa dua gunungan jaler dan estri serta 25 antak santhaka. Gunungan jaler berisi hasil bumi dan gunungan estri berisi rengginang.
Gunungan dan antak santhaka berisi 1.000 tumpeng tersebut dibawa ke Masjid Agung Solo untuk didoakan. Setelah prosesi doa selesai, gunungan jaler direbutkan warga yang sudah menunggu. Sementara gunungan estri dibawa kembali ke Kori Kamandungan namun juga habis diperebutkan warga.
Pangageng Parintah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, K.G.P.H. Dipokusumo, mengatakan Grebeg Syawal dilaksanakan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri. Alasan mengarak gunungan jaler dan estri sebagai simbol kehidupan manusia yang tidak bisa jauh dari hubungan laki-laki dan perempuan.
Baca Juga
"Arak-arakan gunungan diawali marching band diikuti prajurit di barisan paling depan. Kemudian diikuti pejabat dan internal keraton. Kegiatan ini sebagai rasa syukur atas kemenangan setelah melakukan puasa selama satu bulan. Gunungan Jaler dan Gunungan Estri sebagai simbol bahwa kehidupan umat manusia tak lepas dari menyatunya laki-laki dan perempuan," bebernya.
Rute kirab Grebeg Syawalan adalah Sitihinggil, Pagelaran, alun-alun utara menuju ke Masjid Agung. Selain itu, gunungan juga memiliki makna sebagai kepedulian Keraton kepada masyarakat karena hasil bumi yang dibagikan dalam gunungan seluruhnya dapat dimakan.
"Gunungan juga memiliki makna bahwa Keraton ingin berbagi hasil bumi kepada masyarakat sehingga seluruhnya bisa dimanfaatkan oleh warga," imbuh dia.
Sementara itu, warga Bekasi, Haryono, 45, mengatakan penasaran ikut berebut gunungan. Meskipun tangannya sempat berdarah karena tersayat bambu, dia merasa senang ikut serta dalam tradisi keraton.
"Saya dari Bekasi. Memang berniat untuk sekalian traveling sambil mudik. Kebetulan pas di sini [Keraton] ada event ini. Ikut berebut rengginang. Cuma buat senang-senang saja meskipun jadi berdarah tangannya," kata dia.