Bisnis.com, JAKARTA -- Kantor berita resmi, Xinhua, mengabarkan bahw China akan menyelidiki apakah FedEx Corp telah melanggar hak hukum dan kepentingan kliennya, setelah raksasa telekomunikasi China Huawei mengatakan paket yang ditujukan untuk perusahaan telah dialihkan.
Di tengah ketegangan yang memburuk antara China dan Amerika Serikat, Kementerian Perdagangan China mengatakan pada Jumat (2/6), bahwa mereka akan menyusun daftar perusahaan dan individu asing yang "tidak dapat diandalkan" dan membahayakan kepentingan perusahaan-perusahaan China.
Pemerintah China mengeluarkan ancaman tersebut setelah Washington bulan lalu menempatkan Huawei dalam daftar hitam (blacklist) yang secara efektif memblokir perusahaan-perusahaan AS untuk melakukan bisnis dengan pembuat peralatan telekomunikasi yang berbasis di Shenzhen itu.
Dikutip melalui Reuters, Huawei mengatakan bahwa pihaknya sedang meninjau hubungannya dengan FedEx yang diduga telah mengalihkan dua paket yang ditujukan untuk alamat perusahaan di Asia ke Amerika Serikat dan ada upaya mengalihkan rute terhadap dua paket lainnya.
FedEx mengatakan paket-paket itu mengalami kesalahan rute akibat sistem error.
Xinhua, tanpa menjelaskan lebih lanjut, mengatakan FedEx baru-baru ini tidak mengirimkan paket dengan alamat yang berada China ke tujuan yang benar.
Baca Juga
"Kami sepenuhnya bekerjasama dengan penyelidikan regulator tentang bagaimana kami melayani pelanggan kami," tulis pihak FedEx dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip melalui Reuters, Minggu (2/6).
Pada Selasa (28/5), FedEx China meminta maaf melalui akun media sosialnya atas kesalahan penanganan paket Huawei dan mengkonfirmasi bahwa tidak ada tekanan eksternal untuk mengalihkan paket.
Sebelumnya, Washington mengklaim bahwa Huawei, pembuat peralatan jaringan telekomunikasi terbesar di dunia, adalah ancaman spionase potensial karena kedekatannya dengan pemerintah China.
Huawei berulang kali membantah bahwa mereka dikendalikan oleh pemerintah, militer atau intelijen China.
Masalah ini turut disengketakan dalam pertempuran perdagangan yang meningkat antara dua ekonomi terbesar dunia.
Bulan lalu, Washington menetapkan tarif tambahan hingga 25% pada US$ 200 miliar produk China, serta menuduh Beijing mengingkari janji-janji sebelumnya untuk membuat perubahan struktural pada praktik ekonominya.
Tekanan ini mendorong Beijing untuk membalas dengan pungutan tambahan pada sebagian besar impor AS pada daftar target produk impor senilai US$60 miliar. Tarif ini mulai berlaku pada Sabtu (1/6).