Bisnis.com, JAKARTA- "Kafani, shalatkan dua kali, dan makamkan di Gunung Sindur", begitulah wasiat dari Ustaz Arifin Ilham beberapa waktu lalu yang ditulisnya dalam keadaan sakit karena terserang kanker kelenjar getah bening.
Dai dan juga Pimpinan Majelis Taklim Adz-Dzikra Ustaz Muhammad Arifin Ilham wafat di Rumah Sakit Gleneagles, Penang, Malaysia pada Rabu (22/5) pukul 23.20 waktu setempat atau 22.20 WIB.
Ketua Yayasan Az-Zikra, Khotib Kholil, menyebutkan bahwa jenazah Ustaz Muhammad Arifin Ilham akan dua kali dishalatkan di dua lokasi berbeda ketika tiba di Bogor, Jawa Barat, sesuai wasiat almarhum.
"Beliau berwasiat ingin dishalatkan di Az-Zikra Sentul, setelah itu dishalatkan juga di Az-Zikra Gunung Sindur, lalu dimakamkan di sana," katanya.
Ustaz Arifin Ilham dengan suara serak dan selalu menggunakan pakaian serba putih yang menjadi ciri khasnya, selalu menenteramkan hati saat melontarkan kalimat takbir, tauhid, dan tahmid dalam setiap dakwah dan zikirnya.
Dalam salah satu dakwahnya, Ia mengatakan bahwa hamba yang beriman itu hatinya damai dengan berzikir kepada Allah, ketahuilah hanya dengan zikir hati itu akan damai.
Bahkan tak saat sehat saja Arifin kerap berceramah. Saat sakit pun kerap menghadiri majelis taklim.
Ustaz yang lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu kerap mengingatkan untuk terus berzikir kepada Allah SWT, dimana, kapan, dimana pun dan dalam setiap keadaan apa pun.
Ustaz Arifin Ilham adalah anak kedua dari lima bersaudara, dan dia satu-satunya anak lelaki.
Ayah Arifin Ilham masih keturunan ketujuh Syeh Al-Banjar, ulama besar di Kalimantan, sementara ibunya, Hj Nurhayati, kelahiran Haruyan, Barabay, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Arifin kecil dikenal sebagai anak yang nakal dan tidak begitu pintar, ia baru bisa baca-tulis huruf Latin setelah kelas 3 SD.
Ia bahkan pernah tercebur ke sungai kecil tak bernama di Jalan Sutoyo, Banjarmasin, saat masih berusia dua tahun saat bermain-main air menemani sang ibu yang sedang sibuk mencuci.
Kenakalan Arifin bahkan masih berlanjut meskipun sudah dipindahkan ke SD Rajawali dari sekolah asalnya SD Muhammadiyah. Ia mulai mengenal judi dan merokok.
Pendidikan yang keras dan disiplin terhadap Arifin di rumah rupanya tidak selalu membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan kedua orang tuanya. Di luar rumah, Arifin menikmati dunianya sendiri, sehingga membuat kedua orang tuanya jadi semakin cemas.
Oleh kedua orang tuanya Arifin pun didatangkan guru mengaji ke rumah. Selain diharapkan pintar mengaji, kedua orang tuanya juga berharap agar anak lelaki satu-satunya itu tidak banyak bermain di luar rumah.
Tahun 1982 ayah-ibunya berangkat ke Tanah Suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Sementara itu, pikirannya tidak tenang dan menjadi titik balik ia perubahannya.
Akhirnya ia masuk ke pesantren atas kemauan sendiri tepatnya di Pesantren Darunnajah di Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Setelah lulus dari pesantren, ia melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia masuk FISIP, Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Nasional (Unas), Jakarta dan lulus pada 1994.
Arifin juga dikenal sebagai penyayang binatang, ia memelihara burung hantu, ayam kate, bahkan kera. Pada awal April 1997, Ia diberi ular hasil tangkapan warga kampung di semak belukar. Namun, hal nahas pun terjadi, ular tersebut menggigitnya hingga keadaanya kritis.
Ia dibawa berobat ke RS St. Carolus, Jakarta untuk mendapatkan perawatan setelah kondisinya semakin kritis. Setelah 21 hari mengalami koma kesehatannya mulai pulih.
Arifin juga sudah mulai aktif kembali ke Masjid Al-Amru Bit-Taqwa, masjid yang didirikan olehnya bersama tetangganya di Perumahan Mampang Indah II, Depok. Selain berceramah, ia mulai lagi memperbanyak zikir berjamaah [zikir bersama-sama].
Budi Noor dan Abdul Syukur, orang dekat Arifin, mengemukakan bahwa zikir berjamaah itu sudah dilakukan jauh sebelum Arifin mengalami koma akibat digigit ular.
Arifin berzikir karena ingin mencintai Allah secara lebih total Arifin prihatin melihat kenyataan umat Islam yang saat ini sedang terpuruk, dizalimi, difitnah, dan ditindas.
Dari satu dua orang jamaah, sampai memenuhi masjid hingga akhirnya sering diundang ke televisi, zikir yang dilantunkan suami dari Wahyuniati Al-Waly, Rania Bawazier, dan Umi Akhtar memikat banyak orang yang bukan hanya zikir lisan tapi juga sampai ke hati.