Bisnis.com, JAKARTA -- Iran memutuskan menghentikan sementara sejumlah komitmennya dalam kesepakatan nuklir 2015, menyusul ketidakpuasan Teheran atas kebijakan negara-negara anggota perjanjian tersebut terkait sanksi AS.
Komitmen itu di antaranya membatasi produksi uranium low-enriched sebesar 300 kilogram (kg). Iran diperbolehkan memperkaya uranium di level 3,67 persen, jauh di bawah level yang cukup untuk membuat senjata yakni 90 persen.
Sebelum kesepakatan itu dibuat, pengayaan uranium Iran berada di level 20 persen.
Komitmen lainnya adalah produksi air berat (heavy water) dengan jumlah paling banyak 130 ton. Berbeda dengan air biasa yang didominasi oleh molekul atom H-1, maka air berat memiliki isotop H-2. Heavy water digunakan di beberapa tipe reaktor nuklir.
Seorang pejabat di badan energi atom Iran menyampaikan kepada kantor berita ISNA, seperti dilansir Reuters, Rabu (15/5/2019), bahwa Iran sudah memberitahu China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris atas kebijakan ini. Pejabat itu mengatakan sekarang, Iran tidak punya batasan untuk memproduksi uranium yang telah diperkaya maupun heavy water.
Meski demikian, kebijakan ini belum merupakan sebuah pelanggaran atas kesepakatan nuklir tersebut. Namun, Iran sudah memperingatkan bahwa kecuali negara-negara adidaya yang tergabung dengan kesepakatan itu melindungi ekonomi Iran dari sanksi-sanksi AS dalam 60 hari, maka negara Timur Tengah ini akan mulai melakukan pengayaan uranium di level yang lebih tinggi.
Baca Juga
Terkait hal ini, Uni Eropa (UE) dan menteri-menteri luar negeri Jerman, Prancis, dan Inggris menegaskan mereka masih berkomitmen melanjutkan kesepakatan itu tapi tidak akan menerima ultimatum dari Iran.
Ketidakpastian kelanjutan kesepakatan nuklir damai antara Iran dengan negara-negara tersebut dimulai setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan keluar dari perjanjian itu. Dia menilai berbagai persyaratan yang diterapkan kepada Iran kurang tegas.
Menyusul keputusan Trump, Negeri Paman Sam kembali memberlakukan sejumlah sanksi kepada Iran, termasuk di bidang ekonomi.