Bisnis.com, MEDAN - Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Edy Rahmayadi menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengajari terlebih dahulu sebelum akhirnya menangkap pegawai negeri sipil (PNS).
Menurut Edy, PNS di Sumatra Utara masih memerlukan bimbingan dan dukungan agar bisa menjalankan pemerintahan yang bersih. Oleh karena itu, dia menyebut KPK perlu memberikan pendampingan selain pengawasan dan penindakan bila terjadi korupsi.
Hal itu, disampaikan Edy saat memberikan sambutan di acara rapat koordinasj pencegahan korupsi terintegrasi yang dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo.
"Ajari kami, awasi kami jangan buru-buru tangkap kami," ujarnya, Selasa (14/5/2019).
Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara, data hingga 12 September 2018, terdapat 2.259 PNS di daerah yang terjerat kasus korupsi.
Berdasarkan daerah, Sumatra Utara berada di urutan pertama dengan 298 PNS yang terjerat korupsi. Kemudian, Jawa Barat di urutan kedua dengan 193 PNS tersangkut kasus korupsi dan Riau 190 PNS yang terlibat korupsi.
Baca Juga
Edy menilai selama mendapat pendampingan KPK, pihaknya telah menerapkan sistem untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Sebagai contoh, penerapan platform digital untuk penganggaran dan penarikan retribusi di e-samsat. Di sisi lain, penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) realisasinya mencapai 100 persen dengan 942 laporan.
Edy mengakui terdapat beberapa hal yang masih menjadi perhatian yakni proses pengadaan barang dan jasa pemerintah hingga perizinan usaha.
"Di samping itu masih mendapat hal yang menjadi perhatian seperti pengadaan barang dan jasa," katanya.