Bisnis.com, JAKARTA - Pengusutan kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 tampaknya tak berhenti hanya pada nama Sofyan Basir. Dirut PT PLN nonaktif itu adalah tersangka baru dalam perkara ini.
Lembaga antirasuah memastikan akan terus mengembangkan kasus ini setelah sebelumnya berhasil menjerat 4 orang tersangka, tiga di antaranya sudah divonis bersalah.
Pengembangan juga kemungkinan mengarah pada keterlibatan direksi PLN lain atau anak usahanya yang turut menggarap proyek ini yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi hingga PT PLN Batubara.
"Apakah ada pihak lain, nanti tentu kita cermati lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Minggu (28/4/2019).
Menurut Febri, dikatakan bahwa pertemuan-pertemuan yang dilakukan Sofyan dan pihak lain adalah bagian dari tindak pidana bersama-sama.
Sofyan memang turut menggelar pertemuan dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes B. Kotjo dan eks Ketua DPR Setya Novanto terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Pertemuan-pertemuan itu disinyalir menjadi batu sandungan Sofyan lantaran diduga ada kesepakatan-kesepakatan terkait pengerjaan proyek senilai US$900 juta tersebut.
Berdasarkan persidangan kasus PLTU Riau-1 maupun surat dakwaan Eni, Sofyan Basir setidaknya pernah menghadiri sembilan kali pertemuan baik di hotel, rumah dan kantor PLN.
Dalam sejumlah pertemuan itu, Sofyan turut didampingi oleh beberapa petinggi PLN dan anak perusahaan. Nama yang kerap muncul dipersidangan saat mendampingi Sofyan adalah Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso.
Dalam surat dakwaan Eni, Sofyan memang meminta agar Kotjo menjalin koordinasi langsung dengan Supangkat Iwan terkait pembahasan proyek tersebut.
"Sehingga kita bisa tahu sebenarnya siapa master mindnya."
Febri mengatakan akan memeriksa terlebih dahulu sejumlah orang yang pernah mengikuti pertemuan itu untuk kemudian dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Bahkan, sebagian saksi dari sejumlah direktur PLN dan anak usahanya sudah diperiksa.
"Siapa yang punya posisi hanya disuruh, misalnya, kan ada dua hal yang berbeda siapa yang mengontrol semua ini juga perlu dilihat lebih lanjut sehingga proses hukum ini juga bisa dilakukan secara proporsional," katanya.
Beberapa waktu lalu, lima saksi telah diperiksa KPK dan dicecar soal proses sirkulasi power purchase agreement (PPA).
Kelima saksi tersebut adalah Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara, Direktur Operasi PT PJB Investasi, Dwi Hartono; dan Direktur Utama PT PJB Investasi Gunawan Yudi Hariyanto.
Kemudian, Plt Direktur Operasional PT PLN Batubara, Djoko Martono serta Kepala Divisi IPP PT PLN, Muhammad Ahsin Sidqi.
Adapun dalam kasus PLTU Riau-1, perjanjian jual-beli energi listrik atau PPA dilakukan antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd dan China Huadian Engineering Co (CHEC) selaku investor.
Febri mengatakan proses sirkulasi PPA jadi salah satu materi pendalaman penyidik kepada para direktur tersebut.
"Jadi ada satu dokumen perjanjian yang kami dalami lebih lanjut sirkulasinya sebenarnya bagaimana, apakah sesuai dengan prosedur atau ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan," kata Febri, Kamis (25/4/2019) lalu.
Dalam proses pemeriksaan saksi, KPK tetap berharap nantinya pihak PLN dapat menginstruksikan jajarannya yang dipanggil agar kooperatif.
"Pihak PLN bahwa mereka akan kooperatif. Nah, sikap kooperatif itu yang kita tunggu," katanya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sebelumnya juga mengaku akan mencermati lebih jauh soal keterlibatan pihak lain termasuk direksi PLN dalam kasus ini.
"Nanti kita lihat di jajaran direksi seperti apa mereka berperan," ujar Saut, Selasa (23/4/2019).
Dengan begitu, KPK nantinya bisa menyimpulkan apakah ada pihak lain yang turut serta bersama-sama Sofyan Basir dengan peran yang dimainkan seperti apa, perintah siapa, otoritas dan fungsinya bagaimana di direksi tersebut.
"Setiap orang punya fungsi, ketika dia punya fungsi, fungsi itu dijalankan nggak. Fungsinya menyimpang nggak," kata Saut.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham dari Johannes B. Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham.
Dalam vonis pengadilan, Eni terbukti menerima suap Rp4,75 miliar, sedangkan Idrus Marham senilai Rp2,25 miliar.
Kontruksi perkara ini, KPK menduga Sofyan Basir memerintahkan salah satu direktur di PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd dan CHEC selaku investor.
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.