Kabar24.com, JAKARTA — Tim advokasi buruh telah mengadukan Kapolres Jakarta Utara dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya ke Perhimpunan Advokat Indonesia. Kedua pejabat kepolisian itu telah menghalangi pemberian bantuan kepada para buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina pada 18 Maret 2019.
Penghalangan akses bantuan hukum ini kemudian menyebabkan para buruh AMT Pertamina terlanggar haknya dalam proses hukum dan sekaligus merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hal proses hukum yang adil (fair trial).
Dalam rilis yang diterima Minggu (31/3/2019), tim advokasi yang terdiri dari LBH Jakarta, Kontras, LBH Pers, TURC, Lokataru, YLBHI, dan lain sebagainya telah melaporkan dua pejabati tu ke Peradi pada 27 Maret 2019.
Tim juga menyatakan bahwa mereka tidak diberikan akses mendampingi para buruh, bahkan mengalami intimidasi berupa dorongan dan teriakan-teriakan dari anggota Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara.
Padahal, hak atas bantuan hukum bagi setiap orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 ayat (3) huruf b Kovenan Internasional Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tabur terdiri dari para advokat yang berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang harus dijamin dan dilindungi dalam melaksanakan tugas profesinya demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Tindakan penghalang-halangan pemberian bantuan hukum kepada para buruh AMT Pertamina merupakan bentuk kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan yang telah diberikan oleh hukum kepada Kepolisian. Selain merupakan pelanggaran HAM, tindakan ini sangat berbahaya karena pelarangan pendampingan hukum hanya terjadi di negara-negara totaliter, di mana negara bisa menangkap siapa saja dengan alasan apa saja untuk kemudian diisolasi di suatu tempat tanpa ada yang bisa menemui dan dikenakan dakwaan berat tanpa boleh didampingi oleh penasihat hukum sedikitpun,” ujar tim itu.
Peradi sebagai organisasi advokat di Indonesia memiliki peran vital dalam menegakkan standar dan etika profesional, melindungi advokat dari penganiayaan dan pembatasan serta pelanggaran yang tidak patut, menyediakan layanan hukum bagi semua yang membutuhkannya, dan bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan lembaga lain dalam melanjutkan tujuan akhir keadilan dan kepentingan publik.
Seperti diketahui bersama, belasan buruh AMT Pertamina ditangkap polisi pada 18-19 Maret 2019 karea diduga melanggar Pasal 335, Pasal 365, Pasal 368, dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan diperiksa sebagai saksi dan tersangka tanpa didampingi kuasa hukum, padahal ancaman dari pasal-pasal tersebut lebih dari 5 tahun. Atas penangkapan tersebut, sebanyak 8 orang kini masih ditahan.