Bisnis.com, JAKARTA--Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem Titi Anggraini mengkhawatirkan hasil akhir Pemilu Serentak 17 April 2019.
Titi menyebutkan kalau sosialisasi pemilu serentak pada 17 April mendatang tidak masif, kemungkinan suara tidak sah akan tinggi seperti pada Pemilu 2004.
Karena itu Titi meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih giat melakukan sosialisasi pelaksanaan pemilihan umum secara serentak kepada masyarakat. Sebab, ujarnya, banyak pemilih yang masih belum mengetahui tentang pemilu serentak 2019.
Mengutip hasil sejumlah survei, Titi mengatakan masih banyak pemilih yang belum mengetahui tentang pemilu serentak. Demikian juga dengan pencoblosan surat suara yang berjumlah lima lembar, termasuk surat suara untuk Pilpres pada pemilu nanti.
"Pemilu 2019 memiliki beban yang kompleks dan luar biasa karena pemilu legislatif dan pemilu presiden digelar berbarengan. Namun, perkembangannya bahwa pemilu presiden lebih dominan daripada legislatif,” ujar Titi.
Titi menegaskan dalam sisa waktu 22 hari menjelang pencoblosan, KPU harus mengintensifkan lagi kerja-kerja sosilisasinya. Menurut Titi, KPU harus lebih kreatif, proaktif dan partisipatif melibatkan semua kalangan untuk mensosialisasikan soal teknis penyelenggaraan pemilu serentak 2019.
“Termasuk soal sumber-sumber informasi yang bisa diakses soal pemilih untuk mengetahui penyelengaraan pemilu 2019,” ujar Titi.
Titi menjelaskan KPU harus belajar dari pemilu 2014. Saat itu pemilu legislatif digelar terpisah dengan pemilu presiden, tapi jumlah surat suara tidak sah itu dinilai terlalu tinggi dan berada pada angka 10 persen lebih atau setara 14 juta lebih suara.
“Itu harus menjadi pelajaran betul bagi KPU untuk evaluasi guna mengoptimalkan strategi di ujung proses penyelengaraan pemilu. Karena diakui pemilu saat ini lebih rumit, lebih kompleks, dengan dominasi pilpres dengan ketidaktahuan publik soal penyelengaraan pemilu,” kata Titi.