Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly mengatakan pemerintah Indonesia tidak bisa mencabut kewarganegaraan penduduk Indonesia yang akan kembali ke tanah air setelah bergabung dengan kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Hal ini diungkapkan Yasonna mengingat perundang-undangan Indonesia tidak menganut praktik yang mengakibatkan seseorang kehilangan status kewarganegaraannya (stateless).
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, pencabutan kewarganegaraan Indonesia bagi seseorang memang dimungkinkan. Namun pencabutan itu hanya bisa dilakukan ketika warga yang bersangkutan mendapat status kewarganegaraan lain.
"Memang dulu, ada yang mengatakan mereka sudah berstatus Foreign Terrorist Fighter (FTF) kan, paspornya dicabut. Kita tidak mungkin melakukan hal itu karena Undang-Undang kita tidak mengenal stateless," ungkap Yasona kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Guna mengantisipasi ancaman keamanan dari simpatisan ISIS yang kembali ke tanah air, Yasona mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri, dan Direktorat Jenderal Keimigrasian melakukan pengecekan latar belakang dan melihat sejauh mana keterlibatan mereka di Suriah.
"Jadi [penangunggalangannya] tindakan hukum saja, kita lihat keterlibatan mereka seperti apa di sana dan apakah mereka membawa bibit-bibit yang dapat mengancam keamanan negara," sambungnya.
Selain upaya tersebut, Yasonna mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini telah bekerja sama dengan pemerintah asal para WNI yang kembali dari daerah rawan konflik dan marak tindak ekstremis. Turki, Suriah, dan Jadi itu wewenang kepolisian. Pada saat keimigrasian masuk bekerja sama dengan pemerintah dari mana dia datang misalakan Turki, Suriah kah atau mana masuk kesana kita mendapatkan info.
"Saat dia di keimigrasian dan kembali masuk wilayah Indonesia, biasanya BNPT dan kepolisian bekerja sama dengan negara-negara di sana sehingga dapat memberikan informasi awal apa yang didapat," ungkap Yasonna.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, kelompok ISIS telah dinyatakan kalah oleh aliansi pasukan demokratis Suriah (SDF) dukungan Amerika Serikat. Kendati telah menelan kekalahan di kantong kekuasaan terakhir mereka di Beghouz, terdapat kekhawatiran apabila para simpatisan ISIS yang berasal dari berbagai negara kembali ke tempat asalnya, tak terkecuali Indonesia.
Adapun WNI yang diperkirakan bergabung dengan kelompok berafiliasi ISIS di Suriah dan Irak menurut data dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) diperkirakan berjumlah 574 orang sampai September 2017. Setidaknya 97 di antaranya dinyatakan telah tewas, 66 dihentikan saat akan meninggalkan Indonesia, dan lebih dari 500 orang dideportasi.
Sementara itu, mengutip data yang dihimpun oleh International Center for Counter Terrorism (ICCT), Kapolri Tito Karnavian mengungkapkan pada Mei 2018 terdapat sekitar 500 WNI yang masih berada di Suriah da Iraq, 500 orang telah kembali ke tanah air, dan sekitar 103 orang diperkirakan telah tewas akibat konfrontasi di wilayah tersebut.