Bisnis.com,JAKARTA - Maraknya kasus kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak melalui media daring menjadi masalah yang mesti disikapi secara serius.
Pasalnya, banyak anak yang terancam bahaya ketika mengakses internet dan masalah ini bisa terjadi di mana saja serta tidak jarang, pelaku merupakan orang terdekat anak, seperti teman dan keluarga.
“Di era digital seperti saat ini, internet telah menjadi bagian penting dalam kehidupan anak di Indonesia. 75% anak berusia 10-12 tahun telah menggunakan gawai dan memiliki media sosial . Anak yang terlahir di atas tahun 2000 sudah terpapar teknologi sejak lahir,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Aanak, Nahar dalam sambutannya pada acara #GenZBerkreasi, Minggu (10/3/2019).
Dia mengungkapkan, berdasarkan data Bareskrim Mabes Polri pada 2016 hingga Februari 2018 terdapat 1.127 kasus eksploitasi seksual anak. Sementara KPAI menyebutkan hingga 2016 tercatat 1.809 kasus eksploitasi anak online. Maka perlu adanya perlindungan khusus bagi Anak di internet, karena internet dan media sosial merupakan gerbang masuknya anak menjadi korban eksploitasi seksual.
Menindaklanjuti hal tersebut Kementerian PPPA didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Yayasan Plan International Indonesia, Yayasan Bandungwangi dan Siberkreasi menginisiasi kegiatan Safer Internet Day. Acara ini dikemas dalam bentuk sosialisasi tentang penggunaan internet yang bijak dan aman, bertajuk #GenZBerkreasi: Internet Asyik Bareng Generasi Z.
“Internet membawa banyak dampak positif pada anak, seperti untuk edukasi, hiburan, kreativitas, dan sebagainya. Tapi tidak dapat dipungkiri terdapat resiko dampak negatif internet pada anak. Anak bisa menjadi sasaran cyberbullying, radikalisme, incaran para predator pedofil dan pelanggaran privasi hingga pengaruh konten yang tidak pantas. Kita harus memprioritaskan hak-hak anak, serta meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, serta keterampilan anak dalam menggunakan internet dengan aman,” ungkap Nahar.
Selain itu Nahar menjelaskan bahwa berbagai fitur dapat dimanfaatkan untuk menangkal konten negatif di internet. “Kita juga harus bersikap pro-aktif untuk turut berpartisipasi melaporkan konten negatif tersebut. Pentingnya menyusun Program Aksi Perlindungan Anak di ranah online berbasis Komunitas. Menyusun program aksi merupakan perumusan langkah-langkah dan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan pemangku kepentingan termasuk peran anak,” tutup Nahar.
Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti mengatakan bahwa melalui kegiatan #GenZBerkreasi, Yayasan Plan International Indonesia ingin memberikan ruang bagi anak untuk bersuara, agar mereka benar-benar didengar oleh para pembuat kebijakan. Dini menekankan bahwa yang dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia adalah dukungan dan perlindungan dari berbagai pihak terhadap segala risiko dan ancaman yang dapat menimpa mereka, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Kegiatan #GenZBerkreasi ini menghadirkan 350 anak dari Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Serta menampilkan berbagai agenda menarik, seperti art performance, kuis, dan sesi tanya jawab (dialog). Yang unik dari kegiatan ini adalah anak tidak hanya dilibatkan sebagai peserta, melainkan juga sebagai panitia, pembicara kunci, serta penampil.