Bisnis.com, JAKARTA - China menetapkan target pertumbuhan ekonomi terendah dalam tiga dekade ini setelah PM Li Keqiang memperingatkan sejumlah tantangan "berat" yang dihadapi ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Dia menetapkan pertumbuhan ekonomi negara itu sebesar 6% hingga 6,5%, atau turun dari target 6,5% pada tahun lalu.
Pada tahun 1990, China pernah mencatat pertumbuhan merosot menjadi 3,9% karena sanksi internasional yang dipicu oleh aksi protes di Lapangan Tiananmen. Sedangkan pertumbuhan pada 2018 adalah 6,6%, atau yang terendah sejak 1990.
Li mengatakan bahwa “dalam mengejar pertumbuhan pembangunan tahun ini, pihaknya akan menghadapi lingkungan yang lebih suram dan lebih rumit serta risiko dan tantangan yang lebih besar”.
Hal itu disampaikannya dalam laporan yang akan diberikan pada pembukaan Kongres Rakyat Nasional pada hari ini sebagaimana dikutip TheGuardian.com, Selasa (5/3/2019).
"Kita harus sepenuhnya siap untuk perjuangan yang sulit," katanya, sesuai isi sambutan yang telah disiapkan.
Li juga mengubah target PDB baru China menjadi angka tertentu, yang pernah terjadi hanya sekali sebelumnya, pada tahun 2016 ketika pertumbuhan melambat.
Menjelaskan "tantangan berat" yang dihadapi China pada tahun lalu, Li menyalahkan risiko internal dan eksternal termasuk "meningkatnya proteksionisme dan unilateralisme".
Dia menyoroti sanksi AS dan lambatnya permintaan domestik.
“Tekanan pada ekonomi China terus meningkat, pertumbuhan konsumsi melambat, dan pertumbuhan investasi yang efektif tidak memiliki momentum. Ekonomi riil menghadapi banyak kesulitan, ”kata Li.
Karena ekonomi melambat, para pejabat paling khawatir tentang pengangguran massal dan prospek ketidakpuasan sosial dan ketidakstabilan. Li menjanjikan pengurangan pajak untuk manufaktur, transportasi, dan sektor-sektor lain serta langkah-langkah untuk meningkatkan lapangan kerja.
Dia juga mengatakan pendanaan untuk bisnis swasta akan meningkat selain berjanji untuk meningkatkan pinjaman oleh bank-bank BUMN untuk usaha kecil dan mikro lebih dari 30%.