Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri LHK: Soal Konsesi, Posisi Jokowi Sangat Tegas Hutan untuk Kesejahteraan Rakyat

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menilai, yang dimaksud Capres No. 01 Jokowi yang juga Presiden ketika menyinggung soal konsesi lahan/hutan pada debat capres kedua Minggu lalu, lebih kepada penegasan mengenai keberpihakan dalam konsesi dan keberpihakan kepada rakyat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (dari kiri), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Sosiolog Imam Prasodjo hadir pada Diskusi Media bertajuk Langkah Berani Pulihkan Lingkungan di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (12/2/2019)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (dari kiri), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Sosiolog Imam Prasodjo hadir pada Diskusi Media bertajuk Langkah Berani Pulihkan Lingkungan di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (12/2/2019)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Bisnis.com, MALANG - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menilai, yang dimaksud Capres No. 01 Jokowi yang juga Presiden ketika menyinggung soal konsesi lahan/hutan pada debat capres kedua Minggu lalu, lebih kepada penegasan mengenai keberpihakan dalam konsesi dan keberpihakan kepada rakyat. Intinya, rakyat harus sejahtera dengan memperoleh akses konsesi lahan/hutan. 
“Jadi, menurut saya, ketika Pak Jokowi menyinggung konsesi lahan/hutan,  bukan soal salah benar pemilikan konsesi oleh swasta. Secara hukum dan aturan, memiliki konsesi diperbolehkan,” tegas Siti, usai memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa pasca sarjana Universitas Brawijaya di Malang, Jumat (22/2/2019).
Siti mengungkapkan Presiden Jokowi meminta kepada dirinya untuk mengatur dengan baik keberpihakan kepada rakyat dan keseimbangan usaha. Jadi, bukan tidak boleh usaha besar atau swasta, tetapi harus ada keadilan dalam alokasi. Presiden juga mengingatkannya bahwa izin harus menjadi instrumen pengawasan. 
“Jadi, soal keberpihakan ini memang telah menjadi kebijakan beliau yang diarahkan kepada saya sejak penugasan pertama kepada saya selaku Menteri LHK,” ujarnya.
Lebih lanjut diungkapkan Menteri LHK, sebagai pembantu presiden, tentu dirinya mempelajari data dan mengembangkan rancangan kebijakan yang realistis dan memperhatikan berbagai kepentingan, mengingat bahwa pemerintah merupakan simpul negosiasi dari segala kepentingan. 
Dari hasil mempelajari soal ini, diperoleh data yang menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang sejak sistem hutan register hingga hutan dalam tata ruang telah terjadi penurunan luas kawasan hutan dari 147 juta hektare (pada sekitar 1978-1999), menjadi 134 juta hektare (1999-2009), dan menjadi 126 juta hektare (2009 hingga sekarang).
“Artinya, ada sejumlah luasan kawasan hutan yang dilepaskan untuk keperluan masyarakat, tidak kurang dari 21 hektare selama 40-50 tahun, namun kesejahteraan rakyat belum juga terlihat secara nyata. Dan lebih lagi ini  dirasakan rakyat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Itulah yang menjadi dasar kebijakan pemerintah untuk mengedepankan keadilan,” katanya.
Mengenai konsesi ini, Siti menjelaskan lagi, data pada 2014 menunjukkan bahwa kawasan hutan yang diberikan izin seluas 33,2 juta hektare dari total luas kawasan hutan 126 juta hektare. Alokasi perizinan kepada swasta 32,74 juta hektare atau 98,53% dan kepada masyarakat 1,35% serta untuk prasarana dan sarana publik 0,12%. 
Dalam kaitan itu, maka kebijakan yang dikoresi oleh Presiden Jokowi meliputi langkah-langkah seperti mengedepankan izin akses bagi masyarakat dengan hutan sosial, implementasi secara efektif moratorium hutan primer dan gambut, tidak membuka lahan gambut baru (land clearing), moratorium izin baru sawit, melakukan pengawasan pelaksanaan izin dan mencabut HPH/HTI yang tidak aktif, mengendalikan izin sangat selektif dan luasan terbatas untuk ijin baru HPH/HTI serta mendorong kerja sama hutan sosial sebagai offtaker, moratorium izin baru batubara (di beberapa provinsi dan kabupaten/kota), dan membangun konfigurasi bisnis baru, serta mendorong kemudahan izin untuk kepentingan prasarana/sarana (jalan, bendungan, energi, telekomunikasi, pemukiman masyarakat/pengungsi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper