Kabar24.com, JAKARTA — Meski Joko Widodo dan Prabowo Subianto sama-sama berkomitmen menegakkan hukum lingkungan, kedua calon presiden tersebut tidak menjabarkan usulan konkret untuk menjerat perusak lingkungan hidup secara lebih maksimal.
Dalam debat Pilpres 2019 putaran kedua, Minggu (17/2/2019) malam, Jokowi selaku petahana memamerkan prestasi penegakan hukum lingkungan kepada Prabowo. Sang rival mengakui capaian pemerintah, sembari menjanjikan penegakan hukum yang lebih keras jika berkuasa.
Koordinator Institut Hijau Indonesia (IHI) Chalid Muhammad mengapresiasi janji Jokowi dan Prabowo dalam bidang penegakan hukum lingkungan hidup. Meski demikian, dia tidak menangkap langkah-langkah strategis untuk mengeksekusi janji tersebut.
Salah satu yang luput dari eksplorasi Prabowo dan Jokowi adalah pemberantasan mafia peradilan, dari penyidik, jaksa, hingga hakim. Bila tidak diberantas, menurut Chalid, sistem peradilan bisa menjadi tempat berlindung bagi pelaku kejahatan lingkungan.
“Sayang, semalam tidak ada penjelasan untuk memberantas mafia hukum dan peradilan,” tuturnya kepada Bisnis.com, Senin (18/2/2019).
Selain itu, Chalid menyoroti tidak terlontarkannya skema penegakan hukum multipintu untuk menjerat penjahat lingkungan. Melalui pendekatan satu pintu, perusak lingkungan sebenarnya bisa dijerat a.l. dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Dalam debat, Jokowi mengklaim sebanyak 11 perusahaan selama masa pemerintahannya telah terkena sanksi dengan total pembayaran ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp18,3 triliun. Sanksi yang berat itu, menurut Jokowi, membuat pemerintah berhasil mengatasi kebakaran di hutan, lahan, dan gambut, hingga pembalakan liar.
Prabowo mengapresiasi capaian sang rival selama memerintah dalam kurun 2015-2018. Namun, dia mengingatkan bahwa masih banyak korporasi perusak lingkungan yang belum mampu digarap oleh pemerintah.
“Nilainya jauh di atas yang Bapak sebut tadi. Pada saatnya nanti perlu ada investigasi lanjutan,” ucap Prabowo.