Bisnis.com, BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mengkaji skema pembangunan proyek Lintas Rel Terpadu (LRT) Bandung Raya tidak lagi murni dibiayai oleh swasta.
Sekda Jabar Iwa Karniwa mengatakan pihaknya pekan ini tengah merumuskan kelanjutan proyek LRT Bandung Raya yang akan terkoneksi dengan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sesuai arahan baru dari Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
“Kami melakukan sejumlah sinkronisasi sesuai arahan gubernur,” katanya di Gedung Sate, Bandung, Selasa (22/1).
Menurutnya proses pembangunan LRT Bandung Raya yang sudah diinisiasi pihaknya sejak 2014, dalam rapat terpadu yang melibatkan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) juga PT Jasa Moda Transportasi (JMT) dan dinas terkait melahirkan kajian baru.
“Ternyata konsep bisnis ke bisnis itu nggak masuk dari sisi investasinya. Ada saran dari peserta rapat, diusulkan polanya KPBU jadi kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha,” tuturnya.
Iwa menuturkan untuk menggunakan skema ini, pihaknya harus melakukan sinkronisasi dengan berbagai pihak terutama dengan Pemerintah Pusat. Ini merupakan tuntutan karena skema KPBU untuk proyek LRT merupakan hal baru di Indonesia.
Baca Juga
“Ini menyangkut investasi besar dan juga pertama barang kali di Indonesia khusus kaitannya dengan kereta cepat yang nyambung dengan LRT,” paparnya.
Di sisi lain, pihaknya juga sudah mematangkan trase LRT Bandung Raya yang akan terhubung dengan Transit Oriented Development (TOD) Kereta Cepat di Tegalluar, Kabupaten Bandung. Meski sudah diusulkan ke Kementerian Perhubungan sejak lama, namun penyesuaian akan tetap dilakukan seiring berbagai masukan dari multi pihak.
Perkembangan ini akan ditindaklanjuti pihaknya dengan menggelar rapat bersama berbagai pihak yang terkait mulai dengan Bappenas, PSBI, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, dan beberapa pihak terkait lainnya.
“ Sekarang yang sudah dilakukan apa saja lalu tinggal apa saja, supaya ini juga bisa segera selesai," katanya.
Perubahan ini juga mengantisipasi mulai berjalannya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung secara signifikan serta adanya rencana Pusat melanjutkan trase dari Tegalluar ke Bandara Kertajati, Majalengka.
“Sekarang Halim-Tegalluar panjangnya 142,3 kilometer, kalau ke Kertajati bertambah sekitar 70 kilometer,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap PSBI yang membangun LRT Bandung Raya selepas mengerjakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Menurutnya permintaan ini sudah tepat agar teknologi dan pengalaman yang diterapkan di LRT Bandung Raya sama dan selaras dengan apa yang dikerjakan oleh konsorsium.
“Mereka [PSBI] sudah [siap] kan dia punya kebutuhan membangun dari TOD Tegalluar ke Laswi [Lingkar Selatan] ke Jalan R.E Martadinata. Maka saya titipkan sisanya dikerjakan,” katanya.
Pihaknya menghitung kebutuhan LRT Bandung Raya tergantung pilihan teknologi. Jika LRT Palembang menjadi rujukan maka biaya pembangunannya mencapai Rp8,6 triliun. “Kalau pakai teknologi metro kapsul yang dulu sempat diwacanakan di Bandung paling Rp5 triliun,” paparnya.
Ridwan Kamil berharap kesanggupan PSBI ini juga direstui oleh Kemenko Maritim dan Menteri BUMN meski urusan meminta persetujuan itu bukan kewenangan pihaknya.
”Itu urusan mereka tapi dengan mereka sudah mengerjakan high speed railways prosedurnya sama. Jadi [LRT] menjadi satu paket pekerjaan, bukan paket yang berbeda,” katanya.
Pihaknya menilai karena proyek LRT Bandung Raya dengan PT PSBI merupakan urusan bisnis ke bisnis maka Pusat memberikan persetujuan dan tidak mempersulit seperti halnya skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). “Harusnya tidak ada halangan seperti KPBU,” tuturnya.
Di tempat yang sama Kepala Dinas Perhubungan Jabar mengatakan permintan Gubernur Ridwan Kamil pada PT PSBI dilandasi dengan perlunya terjadi konektifitas antara Kereta Cepat dan LRT Bandung Raya yang digagas dikerjakan secara paralel. “Karena ada 8 trase LRT yang terhubung dengan proyek ini,” ujarnya.
Menurutnya rute Tegalluar ke Martadinata harus menjadi prioritas tersambung lebih dulu dibanding trase yang lain. “Tapi permintaan dikerjakan ini mengingat kita bicara tidak hanya satu trase Bandung tapi kebutuhan transportasi Metropolitan Bandung Raya. Jadi diharapkan ada penugasan [Pusat ke PSBI] agar LRT Bandung raya dilihatnya secara holistik,” paparnya.
Persoalan pembangunan LRT Bandung Raya kata Dedi adalah soal pemilihan teknologi yang tepat. Mengingat rencana Kota Bandung yang akan mengembangkan metro kapsul, sementara provinsi mengarahkan LRT. “Kalau nantinya metro kapsul kenapa nggak? Yang penting murah, dan terjangkau dan ada pengembangan TOD-nya,” tuturnya.