Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilpres 2019 : Ini Alasan Persaingan di Jabar Diprediksi Ketat

Provinsi Jawa Barat dinilai menjadi salah satu provinsi yang sanggup membuat tim pemenangan kedua pasang Calon Presiden-Wakil Presiden "bercucuran keringat" selama masa kampanye.
Pasangan calon Presiden Joko Widodo-Maruf Amin (kanan) dan pasangan capres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berdoa, di sela-sela pengambilan undian nomor urut untuk Pilpres 2019, di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Jumat (21/9/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pasangan calon Presiden Joko Widodo-Maruf Amin (kanan) dan pasangan capres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berdoa, di sela-sela pengambilan undian nomor urut untuk Pilpres 2019, di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Jumat (21/9/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Provinsi Jawa Barat dinilai menjadi salah satu provinsi yang sanggup membuat tim pemenangan kedua pasang Calon Presiden-Wakil Presiden "bercucuran keringat" selama masa kampanye.

Bahkan, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin berpendapat, Jawa Barat akan menjadi provinsi pertama yang harus ditaklukan baik dari TKN Jokowi-Ma'ruf, maupun BPN Prabowo-Sandiaga.

"Selain memiliki jumlah pemilih terbesar di Indonesia, menang di Jawa Barat menjadi gengsi tersendiri," ungkap Ujang yang sekaligus Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) ini kepada Bisnis, Minggu (13/1/2019).

Pria kelahiran Subang, Jawa Barat, 9 Agustus 1981 ini menyatakan hal tersebut, sebab sejarah yang telah membuktikan Jawa Barat sanggup menjadi barometer politik nasional dalam perhelatan Pemilu, terutama Pemilihan Umum Legislatif (Pileg).

Pada Pileg 2004, Partai Golongan Karya (Golkar) yang berhasil memenangkan suara di Jawa Barat, ternyata juga menjadi pemenang secara nasional. Begitu juga dengan Partai Demokrat pada Pileg 2009 dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 2014.

"Jawa Barat menjadi barometer politik nasional. Jadi wajar jika kedua kubu mengepung Jawa Barat," ujarnya.

Ujang menyebut profil pemilih Jawa Barat yang tercatat memiliki 33.270.845 Daftar Pemilih Tetap (DPT) ini memang bukan pemilih loyal. Sehingga, provinsi yang nantinya memiliki 138.050 Tempat Pemungutan Suara (TPS) ini tidak bisa diklaim sebagai basis partai politik tertentu.

Sebab itulah, Ujang menilai strategi dan kerja keras tim kampanye dalam "mengambil hati" masyarakat Jawa Barat akan sangat mempengaruhi hasil suara pemilih.

"Pemilih di Jawa Barat memang bukan pemilih loyal. Karena setiap pemilu, partai yang menang selalu berbeda-beda. Masyarakat Jawa Barat yang sederhana senang bersilaturrahmi dan nyata janji-janji politiknya," jelas Ujang.

Hal inilah yang menurut Ujang kurang dimanfaatkan pasangan Jokowi-JK pada perhelatan Pilpres 2014 sehingga kalah dari Prabowo-Hatta yang berhasil meraup 14.167.381 suara atau setara 59,78% berbanding 9.530.315 suara atau setara 40,22%.

Ketika itu, Jokowi-JK hanya berhasil memenangkan suara di empat kabupaten/kota, yaitu Kota Cirebon, Kab Subang, Kab Indramayu, dan Kab Cirebon dari 26 kabupaten/kota.

"Nah saat ini [Pilpres 2019] silaturrahmi turun langsung ke masyarakat di Jawa Barat yang dilakukan oleh kedua kubu sangat berimbang. Jadi peluang untuk saling mengalahkan sangat besar. Jokowi-Ma'ruf juga punya peluang untuk mengalahkan Prabowo-Sandi [daripada ketika Pilpres 2014] karena saat ini Jokowi incumbet," ungkap Ujang.

Merebut Hati Kaum Muda

Ujang berpendapat kekuatan kaum milenial memang sangat berpengaruh di Jawa Barat dan secara nasional pada Pilpres 2019.

Tetapi dirinya menganggap umur pasangan calon pada Pilpres 2019 bukanlah faktor inti yang menentukan perolehan suara, walaupun kita bisa menilik kemenangan Ridwan Kamil dan UU Ruzhanul Ulum memang notabene berumur lebih muda dari pasangan calon lain pada Pilkada 2018.

"Belum tentu kaum muda memilih kaum muda. Tergantung isu yang dilemparkan oleh kedua kubu capres-cawapres. Jika tua pun, jika program dan isunya sesuai harapan kaum milenial, maka akan dipilih. Begitu juga sebaliknya," jelas Ujang yang kini juga Staf Khusus Ketua DPR RI ini.

"Jika capres dan cawapres dari kalangan muda lalu tidak memiliki isu dan program untuk milenial, juga akan ditinggalkan. Kaum milenial akan memilih calon pemimpin yang bisa memberikan nilai plus bagi mereka. Yang bisa memberikan masa depan yang baik," tambahnya.

Ujang berharap kedua pasangan calon sanggup memperjuangkan hak-hak kaum muda, terutama pada Debat Pilpres 2019 yang akan diselenggarakan pada Kamis (17/1/2019).

Sebab, dirinya menilai kaum muda memiliki kecenderungan untuk memilih calon pemimpin yang sanggup mengidentifikasikan diri sebagai kaum milenial atau setidaknya berupaya dekat dengan mereka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper