Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung memperpanjang masa penahanan tersangka mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Chuck Suryosumpeno selama 40 hari. Perpanjangan masa penahanan berlangsung mulai 4 Desember 2018 sampai 12 Januari 2019 di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung H.M Prasetyo mengungkapkan bahwa perpanjangan masa penahanan tersebut sudah diatur di dalam Pasal 24 ayat (2) KUHAP. Pasal tersebut menyebutkan bahwa apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, maka penahanan diperpanjang 40 hari ke depan, selama pihak yang bersangkutan telah ditahan 20 hari pertama.
"Iya, memang yang bersangkutan sudah diperpanjang masa penahanannya selama 40 hari. Sesuai dengan kebutuhan tim penyidik," tutur Prasetyo, Kamis (20/12/2018).
Prasetyo juga mengapresiasi putusan majelis hakim praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah menolak seluruh permohonan tersangka Chuck Suryosumpeno terkait penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka dan penahanannya oleh tim penyidik.
"Kita apresiasi putusan itu. Ini kan artinya tidak ada itu kriminalisasi atau apa pun namanya. Yang jelas, kami bekerja sesuai dengan fakta hukum yang ada," katanya.
Prasetyo juga menjelaskan bahwa berkas perkara 3 orang tersangka terkait perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan Tim Satgassus Kejaksaan Agung itu sudah dinyatakan lengkap (P21).
Baca Juga
Ketiga tersangka yang berkasnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta adalah mantan Ketua Tim Satgassus Kejaksaan Agung Chuck Suryosumpeno, mantan Jaksa Ngalimun, dan Notaris Zainal Abidin.
Seperti diketahui, Tim Satgassus Kejaksaan Agung telah menyita barang rampasan berupa tiga bidang tanah di wilayah Jatinegara, Puri Kembangan dan Cisarua terkait perkara korupsi BLBI oleh pihak Bank Harapan Sentosa (BHS) dengan nama terpidana Hendra Rahardja.
Penyitaan yang dilakukan Tim Satgassus Kejaksaan Agung tersebut dinilai tidak sesuai dengan Standar Operational Procedur (SOP). Pasalnya, penyitaan lahan di wilayah Jatinegara -- yang di atasnya berdiri sejumlah rumah mewah -- dilakukan tanpa melalui pembentukan tim. Bahkan, Tim Satgassus langsung melelang aset tersebut tanpa sepengetahuan pihak Kejaksaan Agung.
Sesuai prosedur, barang rampasan berupa tanah itu seharusnya disita terlebih dulu, baru kemudian bisa dilelang.