Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Ritel Jepang Tumbuh Picu Optimisme Penguatan Ekonomi

Penjualan ritel di Jepang tumbuh dengan laju tercepat sejak 10 bulan terakhir pada Oktober ditopang oleh pembelian konsumen atas produk bahan bakar, mobil, obat-obatan, dan kosmetik.
Seorang wanita di toko Uniqlo Fast Retailing di Tokyo, Jepang/Reuters-Kim Kyung-Hoon
Seorang wanita di toko Uniqlo Fast Retailing di Tokyo, Jepang/Reuters-Kim Kyung-Hoon

Bisnis.com, JAKARTA—Penjualan ritel di Jepang tumbuh dengan laju tercepat sejak 10 bulan terakhir pada Oktober ditopang oleh pembelian konsumen atas produk bahan bakar, mobil, obat-obatan, dan kosmetik.

Hal itu pun membawa sinyal bahwa konsumsi privat mulai menguat dan dapat membawa perekonomian Negeri Sakura kembali ke jalur pertumbuhan.

Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang mencatat data penjualan ritel secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober tumbuh menjadi 3,5% dari 2,2% pada bulan sebelumnya, atau lebih baik dari perkiraan ekonom sebesar 2,7%.

Laju secara tahunan itu pun menjadi yang tercepat sejak Desember tahun lalu. Adapun penjualan ritel merupakan barometer kunci untuk mengukur kekuatan konsumsi privat di Jepang, yang berkontribusi sebanyak 60% untuk pertumbuhan ekonomi Jepang.

Reuters melaporkan pada Kamis (29/11/2018), data tersebut mengonfirmasi kenaikan untuk satu tahun penuh ditopang oleh kuatnya pasar pekerja dan naiknya tingkat upah secara gradual di Negeri Sakura.

Sementara itu, para pembuat kebijakan sekarang mulai bergantung dengan kekuatan konsumsi privat untuk membantu mendongkrak inflasi menuju target bank sentral sebesar 2%.

Saat ini, harga konsumen inti hanya tumbuh setengah dari target tersebut. Padahal, Bank Sentral Jepang (BOJ) telah berupaya menggairahkan perekonomian menggunakan kebijakan moneter ultra-longgar selama lima tahun terakhir.

BOJ pun menilai target tersebut belum dapat dicapai dalam waktu dekat, sehingga stimulus moneter masih akan terus dialirkan. Keputusan tersebut pun membuat BOJ tertinggal dari bank sentral negara maju lainnya yang telah mulai melakukan pengetatan, seperti Bank Sentral AS (Federal Reserve) dan Bank Sentral Eropa (ECB).

Adapun, kinerja perekonomian Jepang sempat pula anjlok pada kuartal III/2018 karena dampak dari bencana alam dan berkurangnya pengiriman ekspor.

Beberapa data ekonomi yang dirilis pada pekan ini, termasuk data hasil produksi manufaktur dan tingkat pengangguran, pun diharapkan dapat mendukung konsensus yang menilai bahwa kontraksi pada kuartal lalu hanya terjadi sementara.

Ekonomi Jepang memang diperkirakan kembali tumbuh pada kuartal IV/2018, kendati kekuatan rebound-nya masih diperdebatkan.

Pasalnya, perlambatan dari permintaan global dan intensifnya perang dagang antara AS dan China merupakan risiko yang dapat menekan perekonomian Jepang yang sangat bergantung dengan kinerja ekspor.

Adapun aktivitas manufaktur di Jepang telah berekspansi dalam laju terlambatnya dalam 2 tahun pada November. Selain itu, menurut data awal yang dirilis pada Senin (26/11/2018), permintaan baru juga berkontraksi untuk pertama kalinya sejak September 2016.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper