Bisnis.com, JAKARTA – Iran memperingatkan Uni Eropa bahwa kesabaran Teheran makin tipis terkait perjanjian nuklir damai, di tengah sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS.
Kepala Organisasi Energi Atom Iran Ali Akbar Saleh mengatakan Pemerintah Iran bisa meneruskan program pengayaan uraniumnya jika melihat perjanjian nuklir damai yang diteken pada 2015 tidak dapat memberikan keuntungan bagi Iran.
“Jika kami tidak bisa menjual minyak dan tidak dapat menikmati transaksi finansial, maka saya rasa kami tidak akan mendapatkan keuntungan apapun dari perjanjian itu,” ujarnya, seperti dilansir Reuters, Selasa (27/11/2018).
Iran, ungkap Saleh, bisa melanjutkan pengayaan uranium sebesar 20% jika tidak ada kepastian yang menguntungkan bagi negara itu. Persentase tersebut jauh di atas angka normal yang diperlukan untuk menjadi bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir, yang sebesar 5%.
Adapun persentase yang dibutuhkan untuk membuat bom nuklir adalah 80%-90%.
Saleh berbicara sebelum bertemu dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Federica Mogherini di Brussel, Belgia. Keduanya dijadwalkan bertemu pada Selasa (27/11) sore waktu setempat.
“Saya tentu akan menyampaikan hal ini kepada Mogherini: saya rasa masa kesabaran bagi rakyat kami semakin menipis. Kita semakin dekat dengan berakhirnya waktu yang diperkirakan, yang adalah dalam hitungan bulan,” lanjutnya.
Dalam perjanjian nuklir damai tersebut, Iran diharuskan meredam program nuklirnya dengan kompensasi dicabutnya sanksi internasional.
Namun, kelangsungan perjanjian itu goyah setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan keluar dari kesepakatan ini pada Mei 2018. Negeri Paman Sam itu pun kembali memberlakukan sanksi ekonomi kepada Iran, yang mencakup sanksi ekspor minyak dan transaksi finansial.
Alasannya, Iran masih melanjutkan program misil balistiknya dan mendukung perang di sejumlah kawasan Timur Tengah.
Selain UE dan AS, negara-negara lain yang turut serta dalam perjanjian itu adalah China dan Rusia. Baik UE maupun Rusia dan China sudah menyatakan akan melanjutkan perjanjian tersebut.