Bisnis.com, JAKARTA - Perbedaan tajam antara Amerika Serikat dan China terkait perdagangan menyebabkan Konferensi Tingkat Tinggi (TT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) berakhir tanpa deklarasi akhir untuk pertama kalinya.
KTT berlangsung di Papua Nugini dan ditutup kemarin waktu stempat. Tuan rumah, Perdana Menteri Peter O'Neill menjelaskan bahwa "dua raksasa" gagal mencapai kesepakatan.
Dia mengatakan pernyataan dari ketua konferensi APEC akan dirilis kemudian sebagaimana dikutip BBC.com, Senin (19/11/2018). Amerika Serikat dan China terlibat dalam perang dagang yang sengit dan menyampaikan visi yang berbeda-beda dalam pertemuan puncak APEC.
Dalam pertemuan itu, Amerika Serikat mengatakan akan bergandengan tangan dengan Australia dalam mengembangkan pangkalan laut di Papua Nugini, dalam upaya yang tampaknya diarahkan untuk meredam pengaruh China.
'Lautan Utang'
Menurut Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence, pangkalan laut itu akan membantu melindungi kedaulatan dan hak-hak maritim di kepulauan Pasifik.
Pada Sabtu (17/11/2018), Presiden China Xi Jinping menyerang kebijakan Amerika Serikat yang mengutamakan kepentingan dalam negeri.
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa negara-negara yang memberlakukan proteksionisme akan mengalami malapetaka. Pence kemudian mengatakan bahwa negaranya siap melipatgandakan tarif yang dikenakan terhadap barang-barang dari China.
Pada Minggu (18/11/2018), China mengatakan tidak ada satu pun negara berkembang yang mengalami kesulitan utang karena bekerja sama dengan Beijing.
Pernyataan tegas Kementerian Luar Negeri China ini dikeluarkan setelah Pence memperingatkan bahwa negara-negara kecil dapat terjerumus ke dalam lautan utang jika mereka meminjam dari China.
Salah satu negara yang mengeluh terjerat utang dari China adalah Maladewa. Presiden baru Maladewa mengeluh betapa besar beban utang yang ditanggung negaranya akibat meminjam dari China.