Bisnis.com, JAKARTA -- Praktik pemalsuan barang dan peredaran barang palsu merupakan salah satu masalah yang dihadapi industri dalam skala global, termasuk di Indonesia.
Laporan International Trademark Association (INTA) dan The International Chamber of Commerce menyebutkan nilai ekonomi pemalsuan serta pembajakan diperkirakan mencapai US$2,3 triliun pada 2022 secara global.
Sementara itu, survei Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mengungkapkan kerugian ekonomi akibat pemalsuan produk terus menunjukkan kenaikan, yakni dari Rp4,41 triliun pada 2005 menjadi Rp65,1 triliun pada 2014.
Ketua MIAP Justisiari P. Kusumah menyatakan hal ini terjadi di berbagai sektor, termasuk otomotif. Menurutnya, hal ini akan terus terjadi selama ada permintaan dari pasar sehingga konsumen lah yang harus disadarkan.
"Apa sih risiko pakai kampas rem palsu? Apa sih risiko pakai disk palsu? Yang harusnya jarak berhenti saat pengereman hanya 1 meter, mungkin menjadi 3 meter kalau pakai barang palsu. Jadi, yang seperti itu harus dibuat sadar. Meski menghemat uang itu penting, tapi menyelamatkan nyawa jauh lebih penting," paparnya di sela-sela diskusi Penanggulangan Peredaran Produk Palsu/Ilegal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia di Jakarta, seperti dilansir Tempo, Kamis (15/11/2018).
Pendekatan yang dilakukan MIAP adalah sosialisasi kepada konsumen, pelajar, mahasiswa, dan pelaku bisnis.
"Mereka semua merupakan influencer bagi kami. Kami bersama-sama dengan MIAP mendukung upaya sosialisasi dan komunikasi yang coba dibangun oleh selama ini," tambah Justisiari.