Bisnis.com, JAKARTA--- Calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2019, Prabowo Subianto, terus mengkritik kondisi nasional dan pemerintah.
Salah satu kritik Prabowo terbaru adalah mengenai ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Kritik itu disampaikan oleh Prabowo ketika menghadiri acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Jakarta pada Kamis (11/10/2018).
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut rasio gini (suatu indikator untuk menunjukkan ketimpangan) di Indonesia sebesar 45,4. "Gini ratio itu adalah sebuah perbandingan yang disusun ahli-ahli dunia untuk menggambarkan pemerataan, adil atau tidak. Gini ratio Indonesia sekarang adalah disebut dengan angka, gini ratio kita adalah 45,4. Artinya 1% dari rakyat kita menguasai 45% kekayaan," kata Prabowo.
Pernyataan itu ditanggapi oleh Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika. Menurutnya pemerintah sekarang bekerja untuk berperang melawan ketimpangan. Dalam dua dekade terakhir, rasio gini Indonesia tertinggi berada pada level 0,41 yaitu di September 2014.
"Pada masa pemerintahan Jokowi-JK, Rasio Gini terus menurun. Ini memperlihatkan bahwa masalah ketimpangan diatasi pemerintah secara eksesif melalui berbagai kebijakan yang efektif," kata Erani dalam pesan tertulis, Jumat (12/10/2018).
Selain rasio gini, ukuran ketimpangan lainnya dapat dilihat dari persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40% terbawah (ukuran Bank Dunia). Jika memerhatikan data BPS, ujar Erani, kontribusi pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah cenderung membaik, rata-rata di atas 17%, dibandingkan dengan 15% pada 2014.
"Saya kira publik saat ini menghendaki ide-ide yang lebih segar dengan data yang valid. Bukan menyodorkan perkara usang yang terbukti bersandar kepada data yang menyimpang," kata Erani.
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut Indonesia sekarang menjalankan ekonomi kebodohan. Dia menuding Indonesia telah menyimpang dari Undang-undang Dasar 1945.