Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengaku tak ingin ikut campur soal dugaan adanya aliran dana ke Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Seperti diketahui, laporan dari beberapa media yang tergabung dalam Indonesialeaks mengungkap dokumen soal dugaan aliran dana dari pengusaha kepada Tito ketika menjabat sebagai Kepala Polda Metro Jaya.
IndonesiaLeaks adalah platform bagi informan publik untuk membagi dokumen untuk diteruskan oleh sembilan media di dalamnya dalam bentuk liputan investigasi. Platform ini terenkripsi sehingga tidak bisa melacak identitas pengirim informasi publik.
"Itu wilayahnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Itu wilayahnya hukum. Saya enggak mau ikut campur, intervensi hal-hal yang berkaitan dengan hukum," kata Presiden ketika dimintakan tanggapan soal isu tersebut, Rabu (10/10/2018).
Presiden mengatakan isu tersebut masih merupakan dugaan. Kendati demikian, Presiden mengulangi lagi pernyataannya bahwa dirinya tidak ingin ikut campur karena hal tersebut merupakan wilayah hukum.
Seusai diberitakan oleh sejumlah media massa mengenai isu itu, Kapolri menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (9/10/2018). Namun belum dapat diketahui isi pertemuan tersebut.
Kabar itu merebak sekaitan dugaan pengrusakan barang bukti berupa buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR oleh dua penyidik KPK, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisarisaris Harun.
Seperti ditulis Tempo.com, Roland dan Harun diduga telah merobek 15 lembar catatan transaksi dalam buku bank tersebut dan membubuhkan tip ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari bos CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman.
Tertulis dalam dokumen itu bahwa nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki langsung maupun melalui orang lain. Tertulis di dokumen itu bahwa dalam buku bank merah nama Tito tercatat sebagai Kapolda/Tito atau Tito saja.
Muhammad Iqbal selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri saat itu, membantah aliran dana kepada Tito. Menurut dia, catatan dalam buku merah itu belum tentu benar.
“Tidak benar, Kapolri tidak pernah menerima itu. Dulu waktu menjadi Kapolda Papua, Kapolri juga pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” kata dia.