Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pangeran Mohammed bin Salman Sebut AS Teman Arab Saudi

Meski Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa Arab Saudi dan rajanya hanya akan bertahan dua pekan jika tidak mendapat dukungan AS, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menyatakan Negeri Paman Sam masih merupakan teman bagi negaranya.
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman/Reuters-Joshua Roberts
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman/Reuters-Joshua Roberts

Bisnis.com, JAKARTA -- Meski Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa Arab Saudi dan rajanya hanya akan bertahan dua pekan jika tidak mendapat dukungan AS, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menyatakan Negeri Paman Sam masih merupakan teman bagi negaranya.
 
Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan seorang teman pasti tidak hanya mengungkapkan hal baik tapi juga hal buruk. 
 
"Jadi, Anda tidak akan memiliki 100% teman-teman yang mengatakan hal baik tentang Anda, bahkan juga di keluarga. Anda akan mengalami beberapa kesalahpahaman. Jadi, kami memasukkannya ke kategori itu," tuturnya kepada Bloomberg seperti dilansir Sabtu (6/10/2018).
 
Namun, MBS menegaskan Arab Saudi sudah ada sejak 1744 atau 30 tahun sebelum AS berdiri. Berbagai agenda AS melawan Arab Saudi dan Timur Tengah, termasuk yang diusung di masa Presiden AS Barack Obama, pun diklaim gagal dan Arab Saudi bisa melindungi kepentingannya.
 
Oleh karena itu, dia meyakini Arab Saudi akan bisa bertahan setidaknya hingga 2.000 tahun lagi sebelum menghadapi masalah besar.
 
Di sisi lain, MBS memandang ketegangan dengan Kanada dan Jerman berada dalam kategori yang berbeda dengan AS. 
 
"Itu sangat berbeda. Kanada, mereka memberikan perintah kepada Arab Saudi dalam isu internal. Bukan kewenangan Kanada memberikan opini tentang Arab Saudi seperti jika mereka memberikan perintah ke negara lain. Jadi, kami percaya ini adalah isu yang sama sekali berbeda. Trump berbicara kepada rakyatnya di dalam negaranya mengenai sebuah isu," paparnya.
 
Lebih jauh, MBS mengungkapkan dirinya sangat senang bekerja sama dengan Trump. Menurutnya, kedua negara telah mencapai banyak hal di Timur Tengah, termasuk dalam memerangi ekstremisme, ideologi ekstrem, terorisme, dan ISIS. 
 
Arab Saudi juga mendapatkan sebagian besar pasokan senjatanya dari AS. MBS menuturkan sebenarnya pihaknya berniat mengalihkan sumber pasokan senjata dari AS ke negara lain, tapi keputusan itu dibatalkan ketika Trump naik menjadi presiden.
 
"Sebelum dua tahun lalu, kami memiliki strategi untuk mengalihkan sebagian besar pemasok senjata ke negara lain, tapi ketika Presiden Trump menjadi presiden, kami mengubah rencana sehingga sampai 10 tahun ke depan lebih dari 60% akan berasal dari AS. Untuk itu, kami membuat berbagai peluang ekonomi baru bernilai US$400 miliar, termasuk dalam persenjataan, investasi, dan peluang perdagangan lainnya," jelas MBS.
 
Selain bermanfaat dalam hal ekonomi, kebijakan ini diyakini menguntungkan dalam hal keamanan negara. 
 
Adapun ketegangan Arab Saudi dengan Kanada dipicu oleh pernyataan Pemerintah Kanada terkait penahanan sejumlah aktivis hak-hak perempuan oleh Pemerintah Arab Saudi pada Agustus 2018. 
 
Para aktivis itu sebelumnya cukup aktif mengampanyekan kebebasan mengemudi bagi perempuan dan meminta diakhirnya sistem perwalian oleh para lelaki. Sistem perwalian mewajibkan perempuan untuk mendapatkan izin dari kerabat lelakinya sebelum melakukan aktivitas atau keputusan tertentu.
 
Hal ini berujung pada pembekuan transaksi perdagangan dan investasi baru dengan Kanada. Arab Saudi juga menarik duta besarnya dari Kanada dan memberikan waktu 24 jam bagi duta besar Kanada di Riyadh untuk kembali ke negaranya.
 
Sementara itu, isu dengan Jerman dimulai pada November 2017 ketika Menteri Luar Negeri Jerman saat itu, Sigmar Gabriel, mengkritik kebijakan Arab Saudi di Timur Tengah. Kritik itu merujuk pada pernyataan Riyadh yang meminta Perdana Menteri (PM) Lebanon Saad Al Hariri untuk mundur.
 
Ditambah lagi adanya pelarangan dari Pemerintah Jerman untuk melakukan perdagangan senjata dengan negara-negara yang terlibat di Perang Yaman. Hal ini berlanjut pada dikecualikannya pengusaha dan perusahaan Jerman dalam tender yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi. 
 
Namun, hubungan dengan Jerman sudah mulai membaik dan duta besar kedua negara diperkirakan segera kembali ke pos masing-masing. Sayangnya, hubungan dengan Kanada kemungkinan belum akan membaik dalam waktu dekat karena Arab Saudi meminta negara Amerika Utara itu untuk meminta maaf terlebih dulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper