Bisnis.com, JAKARTA - Duta Besar LBBP RI untuk Kerajaan Arab Saudi dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Agus Maftuh Abegebriel memberi penjelasan perihal Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab yang dikabarkan dicekal pihak Kerajaan Arab Saudi, sehingga tidak bisa kembali ke Indonesia.
BACA: Rizieq Syihab Tak Lagi Punya Izin Tinggal di Arab Saudi
Menanggapi kabar tersebut, Agus dalam keterangan resminya pada Jumat (28/9/2018) menerangkan bahwa hingga saat ini KBRI Riyadh belum menerima nota diplomatik dari Kementerian Luar Negeri (Wazarah Kharijiyyah) Kerajaan Arab Saudi terkait hal tersebut.
Adapun Rizieq Syihab tercatat memiliki paspor atas nama Mohammad Rizieq Syihab (MRS, nama sesuai pasport) no passport B-3260997.
KBRI Riyadh sebagai lorong komunikasi antara Indonesia dan Arab Saudi sama sekali tidak pernah menerima Nota atau pun Brafaks dari Menlu RI, Kapolri, Ka-Bin dan Pejabat Tinggi yang lain terkait keberadaan Rizieq Syihab di Arab Saudi.
Hal tersebut dikarenakan Indonesia menghargai rambu-rambu politik Luar Negeri Non-Interference (‘adamu at-tadahhul /tidak intervensi) urusan dalam negeri Arab Saudi.
Baca Juga
Dikatakan, KBRI Riyadh selalu mengedepankan tugas kemanusiaan yang diamanatkan oleh Presiden RI untuk selalu memperhatikan perlindungan dan pengayoman kepada seluruh WNI yang berada di Arab Saudi.
Otoritas Kerajaan Arab Saudi
Lebih lanjut Agus menjelaskan, segala tindakan yang dilakukan oleh pihak Kerajaan Arab Saudi (KAS) terdahap ekspatriat dari negara manapun yang berada di wilayah Arab Saudi merupakan tanggung jawab dan otoritas penuh pihak KAS dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah negaranya.
Ekspatriat yang berada di wilayah KAS wajib mengikuti aturan dan hukum yang berlaku di wilayah KAS. Segala bentuk pelarangan dan hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan WN Arab Saudi juga diberlakukan bagi ekspatriat yang berada di Arab Saudi, dan perlakuan terhadap semua ekspatriat di wilayah KAS adalah sama dalam penanganannya yang didasarkan pada hukum yang berlaku di KAS sesuai dengan tingkat pelanggarannya tanpa adanya diskriminasi.
Disebutkan, seluruh kegiatan yang bersifat pengumpulan massa bagi ekspatriat harus seizin dari pihak KAS, melalui Kemenlu Arab Saudi. Ceramah-ceramah provokatif dan ujaran-ujaran hasutan baik langsung maupun via medsos sangat dilarang di wilayah Kerajaan Arab Saudi.
“Arab Saudi dan Indonesia sudah memiliki MoU (Nota Kesepahaman) untuk bersama-sama melawan ujaran-ujaran kebencian, kekerasan dan sikap ekstrim antar agama, mazhab dan aliran. MoU tersebut ditandatangani ketika Raja Salman berkunjung dalam sebuah historical visit ke Indonesia selama 12 hari awal 2017 yang lalu,” papar Agus.
Proses Deportasi
Dikatakan,ketika ada pelanggaran keimigrasian di Kerajaan Arab Saudi yang dilakukan oleh ekspatriat dari negara manapun, maka hukum KAS sangat tegas dan bersifat mutlak.
KAS adalah negara paling sibuk di dunia dalam melakukan operasi deportasi bagi WNA para pelanggar keimigrasian. Bentuk deportasi bisa dengan beberapa bentuk punishment seperti 5 sampai dengan 10 tahun larangan masuk ke KAS, bahkan ada yang skema pelarangan seumur hidup memasuki wilayah Arab Saudi.
Proses deportasi ini selalu didahului dengan penahanan di penjara imigrasi sambil menunggu proses pemulangan yang waktunya bisa mencapai satu tahun.
Pendeportasian tidak bisa dilaksanakan dengan serta merta jika pelanggar imigrasi masih terkait dengan permasalahan hukum di KAS, misalnya pelanggaran ringan denda lalu lintas sampai pelanggaran berat seperti pembunuhan, kejahatan perbankan, penghasutan, ujaran kebencian, terorisme. Untuk pelanggaran berat maka proses deportasi menunggu setelah selesai menjalani hukuman di KAS.