Bisnis.com, JAKARTA - Tren rekrutmen Pekerja Rumah Tangga secara online atau daring mendapat perhatian Komnas Perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan Thaufiek Zulbahry mengatakan perekrutan Pekerja Rumah Tangga (PRT) secara daring yang marak rentan menyebabkan terjadinya eksploitasi. Perlindungan hukum terhadap PRT pun menjadi terancam.
Perekrutan PRT secara daring tidak hanya terjadi di luar negeri tetapi juga di dalam negeri, kata Thaufiek ketika dihubungi Antara di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
"Kerentanannya antara lain soal gaji, karena sampai saat ini belum ada standar gaji layak untuk PRT. Kemudian masalah jam kerja, karena relasi PRT berbasis mitra dengan aplikator mereka harus bekerja kapan pun bahkan saat malam," kata Thaufiek.
Dia mengatakan dalam situasi tak terlindungi dan tanpa standar kerja layak, PRT baik dalam negeri maupun PRT migran memang rentan eksploitasi baik eksploitasi secara ekonomi, eskploitasi seksual bahkan menjadi korban perdagangan orang.
Apalagi mayoritas PRT berasal dari daerah pedesaan, yang bermigrasi ke kota ataupun negara lain.
"Dalam proses migrasi tersebut, terdapat proses perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan, yang mana proses-proses tersebut menempatkan PRT rentan terhadap perdagangan orang," kata dia.
Saat ini Indonesia belum ada pengakuan terhadap pekerjaan PRT baik dalam negeri maupun PRT migran.
Selama ini, kata dia, PRT dianggap berada pada wilayah tersembunyi karena berada pada wilayah privat, yaitu rumah tangga.
"Hal ini diartikan bahwa keluarga memiliki domain penuh, sehingga akan menimbulkan masalah bila dicampuri pihak luar atau aparat yang berwenang," kata dia.
Jadi, menurut dia, pemerintah Indonesia harus segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan meratifikasi Konvensi ILO 189 mengenai Kerja Layak PRT. Sehingga standar perlindungan kerja layak PRT segera terbangun.