Bisnis.com, JAKARTA – PT Aryaputra Teguharta terpaksa harus bersabar untuk memperdengarkan saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan tata usaha negara terkait dengan pengesahan anggaran dasar PT BFI Finance Indonesia Tbk.
Seyogyanya, sidang lanjutan pada Senin (27/8) mengagendakan pemeriksaan terhadap ahli yang telah disiapkan oleh para kuasa hukum Aryaputra Teguharta. Akan tetapi, tergugat intervensi, BFI Finace melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea meminta majelis hakim menunda agenda tersebut.
Permintaan penundaan itu dikarenakan komposisi majelis hakim mengalami perubahan. Salah seorang hakim anggota berhalangan hadir sehingga digantikan oleh hakim lainnya.
Menurut tergugat intervensi, agenda tersebut sangat penting sehingga harus dihadiri oleh majelis tetap.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Nasrifal kemudian menjelaskan bahwa menurut hukum acara serta petunjuk pelaksanaan Mahkamah Agung, pemeriksaan terhadap saksi dan ahli harus dihadiri oleh majelis secara lengkap yakni tiga hakim.
“Dari aturan-aturan yang ada, perubahan hakim anggota seketika diperbolehkan tanpa harus ada penetapan ketua pengadilan. Kecuali kalau yang berhalangan adalah hakim ketua, itu harus ada penetapan dari ketua pengadilan,” paparnya.
Meski demikian, tergugat intervensi tetap pada pendapatnya agar pelaksanaan persidangan ditunda.
Setelah mempertimbangkan pendapat tersebut, hakim kemudian memutuskan pelaksanaan persidangan ditunda hingga 3 September 2018 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli penggugat.
“Kalau sidang dilaksanakan hari ini dan tergugat intervensi tetap menolak, mereka tidak mempunyai hak untuk bertanya. Majelis hakim harus mendengarkan dan memberikan kesempatan yang luas kepada semua pihak,” lanjutnya.
Ditemui seusai sidang, Hotman Paris Hutapea mengatakan bahwa pihaknya menilai sebenarnya Aryaputra Teguharta tidak berkepentingan mengajukan gugatan tata usaha negara terkait dengan putusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengesahkan 10 perubahan anggaran dasar BFI Finance.
Pasalnya, Aryaputra menurut pengacara kondang tersebut, bukanlah pemilik dari saham BFI Finance karena putusan pengajuan kembali (PK) Mahkamah Agung yang menetapkan Aryaputra sebagai pemilik sah sebagian saham di BFI Finance tidak bisa dieksekusi oleh pengadilan.
“Ada tujuh putusan pengadilan yang menyatakan bahwa putusan itu tidak bisa dieksekusi. Kalau tidak bisa dieksekusi, berarti mereka [Aryaputra] belum jadi pemilik,” tuturnya.
PT Aryaputra Teguharta menggugat 10 putusan kementerian Hukum dan HAM terkait dengan perubahan anggaran dasar BFI Finance dalam perkara dengan nomor register 120/G/2018/PTUN-Jkt.
Majelis hakim telah memutuskan agar 10 putusan itu ditunda sampai perkara tersebut berkekuatan hukum tetap.
Konsekuensinya, susunan pemegang saham dan struktur permodalan perusahaan berkode saham BFIN itu kembali kepada keadaan sebelum dilakukan pengalihan 32,32% pada 2001.
Adapun, akta terakhir yang disahkan oleh Menkum HAM sebelum terjadi pengalihan saham adalah akta dengan nomor C-12.640.HT.01.04.TH.99 pada 8 Juli 1999 dan akta tersebut menurut putusan PTUN tetap berlaku sampai adanya putusan pengadilan dalam perkara ini yang berkekuatan hukum tetap.