Bisnis.com, JAKARTA – Sebagian pemilih nonmuslim kecewa karena Joko Widodo (Jokowi) menggandeng Ma’ruf Amin sebagai pendamping dalam Pemilihan Umum Presiden 2019, sehingga mereka berpaling kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno yang dianggap ‘bercita rasa’ nasionalis.
Fakta itu terekam dari hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sepanjang 12-19 Agustus 2018. Sebanyak 1.200 responden berusia di atas 17 tahun menjadi sampel dalam survei berbasis wawancara dengan marjin kesalahan sebesar +/-2,9% dan tingkat kepercayaan 95% tersebut.
Di kalangan pemilih nonmuslim, yang dalam survei mewakili 10,1% populasi Indonesia, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 47,5%, berbanding 43,6% yang mendukung Prabowo-Sandi.
Meski unggul dari kompetitor, suara Jokowi terkoreksi 18,8% bila tidak berpasangan dengan Ma’ruf. Kala sendirian, elektabilitasnya sebesar 70,3%, sedangkan saat bertandem dengan Ma’ruf menjadi 51,5%.
Sebaliknya, Sandiaga Uno memiliki elektabilitas lebih tinggi dari Ma’ruf di kalangan kalangan minoritas tersebut. Sebanyak 36,6% responden memilih Sandiaga ketika ditanya siapa calon wakil presiden pilihan mereka, berbanding 34,7% responden yang memilih Ma’ruf.
Peneliti LSI Adjie Alfaraby menduga kemerosotan suara Jokowi di kalangan pemilih nonmuslim disebabkan efek kejut penunjukan Ma’ruf. Pemilih nonmuslim masih tidak percaya bahwa sosok Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menjadi tandem Jokowi.
“Nonmuslim yang terkejut itu ada sebagian yang kecewa sehingga melimpahkan dukungan ke Prabowo-Sandi,” katanya usai merilis survei di Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Riwayat Masa Lalu
Kekecewaan itu bersumber dari riwayat masa lalu Ma’ruf dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sebagai Ketua Umum MUI, Ma’ruf menerbitkan sikap keagamaan atas pernyataan Ahok mengenai Surat Al-Maidah Ayat 51 di Kepulauan Seribu pada Oktober 2016 sebagai bentuk penistaan agama.
Setelah keluarnya sikap keagamaan itu, terjadi gelombang Aksi Bela Islam 411 dan 212 yang menuntut penegakan hukum terhadap Ahok.
Gerakan massa ditengarai tidak hanya berhasil menjungkalkan pria keturunan Tionghoa beragama Kristen tersebut dari kontestasi Pilgub Jakarta 2017, tetapi menjerumuskannya ke dalam jeruji besi.
Secara elektoral, Adjie mengakui bahwa pemilih nonmuslim jauh lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan umat Islam. Apalagi, LSI menemukan kecenderungan melonjaknya elektabilitas Jokowi di kalangan pemilih Islam setelah menggandeng Ma’ruf.
Menurut LSI, pasangan itu dipilih oleh 52,7% pemilih muslim, sementara Prabowo-Sandi hanya meraup 27,9%.
Meski demikian, Adjie mengingatkan pemilih nonmuslim tetap penting bagi Jokowi dalam Pilpres 2019. Apalagi, sang petahana sangat populer di kelompok tersebut semenjak menjadi kepala daerah di Solo, DKI Jakarta, hingga kini sebagai Presiden RI.
Menurut Adjie, bukan mustahil Prabowo-Sandiaga pelan-pelan berhasil meningkatkan elektabilitasnya di segmen pemilih Islam. Dalam kompetisi ketat itu, suara nonmuslim sebesar 10% sangat menentukan guna mencapai suara kemenangan 50%+1.
Dia mencontohkan pada Pilpres 2014 Jokowi dicoblos oleh sekitar 70% pemilih nonmuslim. Suara sebanyak itu cukup signifikan untuk memastikan kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla dari Prabowo-Hatta Radjasa.
“Ke mana larinya suara segmen ini menentukan menang-kalah kandidat,” ujar Adjie.
Efek Kasus Ahok
Kontras dengan Jokowi-Ma’ruf, kalangan nonmuslim cenderung semakin nyaman dengan Prabowo-Sandiaga. Padahal, keduanya mewakili kubu politik yang menikmati efek kasus Ahok.
Sandiaga-lah yang bersama Anies Baswedan mengalahkan Ahok-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilgub DKI Jakarta.
Adjie menduga perubahan sikap pemilih nonmuslim itu didasari latar belakang Prabowo-Sandiaga yang merepresentasikan kekuatan nasionalis.
Selain Prabowo adalah pemimpin partai nasionalis, Sandiaga memiliki rekam jejak pergaulan dengan kalangan yang lebih majemuk, tercermin dari pendidikannya.
Meski memperlihatkan kecenderungan positif, Adjie tidak dapat memastikan apakah suara nonmuslim akan terus mengalir ke Prabowo-Sandiaga. Apalagi, menurut dia, terbuka kemungkinan Ahok akan membantu kampanye Jokowi sehingga dapat menetralisir rasa kecewa kelompok itu.
“Kita lihat saja, setelah berjalan waktu apakah pemilih nonmuslim akan kembali memilih Jokowi atau tetap seperti sekarang,” katanya.