Bisnis.com, JAKARTA -- Surat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bisa menjadi titik awal semakin cairnya hubungan kedua negara. Namun, ada satu misteri yang belum terungkap yakni, apakah surat itu dibuat atas inisiatif Trump atau permintaan dari Senator Paul Rand Paul.
Paul mengatakan, isi surat itu menekankan pentingnya melawan terorisme, meningkatkan dialog legislatif, dan melanjutkan kegiatan pertukaran budaya.
"Saya merasa terhormat bisa mengirimkan surat dari Trump kepada Putin tersebut," ujarnya seperti dikutip dari Reuters pada Kamis (9/8).
Namun, pihak Gedung Putih justru mengatakan surat itu dikirimkan atas permintaan Paul kepada Trump.
Juru Bicara Gedung Putih Hogan Gidley mengatakan, Trump memberikan surat pengantar itu atas permintaan Senator Paul yang akan melakukan perjalanan ke Moskow.
"Dalam surat itu, Trump menyebutkan topik-topik yang menarik untuk dibahas Paul bersama Putin," ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Juru Bicara Pemerintah Rusia Dmitry Peskov mengatakan surat dari Trump untuk Putin sudah terkirim lewat jalur diplomatik. Namun, dia enggan membeberkan isinya.
Adapun, senator Paul dikenal sebagai kelompok konservatif yang mengambil posisi anti perang.
Ketika di Moskow, Paul mengadakan pembicaraan dengan parlemen Rusia sampai membahas rencana blokr sanksi baru untuk Negara pecahan Uni Sovyet tersebut. Dia pun mengundang anggota parlemen Rusia untuk berkunjung ke Washington untuk membahas nuklir dan terorisme.
Langkah Paul ke Moskow pun mengingatkan kembali kontroversi Donald Trump di Konferensi tingkat tinggi Helsinki pada tiga pekan lalu.
Saat itu, Trump menyetujui ucapan Putin terkait keterlibatan pada Pemilihan Presiden AS pada 2016. Putin menyangkal pihaknya melakukan intervensi pada pesta demokrasi Negeri Paman Sam tersebut.
Setelah sampai di Washington, Trump langsung memberikan komentar kalau dirinya salah bicara ketika mengiyakan sangkalan Putin terkait dugaan Rusia ikut campur pada Pilpres AS.
Di sisi lain, tim keamanan nasional Trump memastikan Rusia ada di balik layar terkait upaya intervensi Pilpres AS 2016 pada pekan lalu.
Presiden AS itu memang tengah berupaya membuat dialog konstruktif dengan Rusia untuk membuka jalan baru menuju perdamaian dan stabilitas dunia.
"Saya lebih suka mengambil risiko politik untuk mengejar perdamaian ketimbang mengambil risiko kehilangan perdamaian demi mengejar politik," ujarnya.
Sikap Trump itu pun memicu kebingungan terkait siapa sekutu AS sebenarnya. Apalagi, Trump bersikap agak keras kepada sekutunya ketika melawat ke Eropa.