Kabar24.com, JAKARTA — Selain politik uang, Badan pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mendapati lima variabel kerawanan di tempat pemungutan suara (TPS) saat perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.
Lembaga tersebut mendefinisikan kerawanan sebagai peristiwa yang mengganggu pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang berdampak hilangnya hak pilih, mempengaruhi pilihan pemilih, dan mempengaruhi hasil pemilihan.
Pertama, kerawanan akurasi data pemilih. Bawaslu menemukan 91.979 TPS berpotensi tidak mencatatkan pemilih yang memenuhi syarat atau sebaliknya, tidak memenuhi syarat, tetapi masuk daftar pemilih tetap (DPT).
Kedua, kerawanan penggunaan hak pilih. Sebanyak 80.073 TPS masuk kategori ini. Indikatornya terkait akses pemilih disabilitas, jumlah pemilih tambahan yang melebihi 2,5%, dan berbagai permasalahan di TPS wilayah khusus.
Ketiga, kerawanan netralitas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Bawaslu menemukan 5.810 TPS rentan dengan masalah netralitas petugasnya.
Keempat, kerawanan kampanye. Variabel ini meliputi praktik penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam bentuk mempengaruhi pemilih atau hasutan berdasarkan sentimen primordial tersebut. Sebanyak 10.735 TPS masuk kategori kerawanan ini.
Kelima, kerawanan pemungutan suara. Sebanyak 40.574 TPS berpotensi bermasalah karena tidak terdistribusinya formulir C6, lokasi TPS terletak di dekat tim sukses, kelemahan pengetahuan KPPS, dan masalah logistik.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan variabel dan indikator kerawanan tersebut didapat dari pengumpulan informasi pengawas pilkada tingkat desa sepanjang 10-22 Juni 2018. Kendati dikumpulkan di masa kampanye, tetapi temuan tersebut harus menjadi perhatian selama masa tenang.
“Sejak masa tenang Minggu kemarin, jajaran Bawaslu melakukan pengawasan. Kami akan bekerja maksimal,” ujarnya, Senin (25/6/2018).
Badan Pengawas Pemilihan Umum mewaspadai 26.789 tempat pemungutan suara atau TPS rawan politik uang menjelang pencoblosan pemilihan umum kepala daerah serentak 2018.