Bisnis.com, JAKARTA -- Menanggapi tertangkapnya dua orang kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu satu minggu ini, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan praktik korupsi yang melibatkan kepala daerah akan terus berlanjut.
"Saya berpandangan bahwa itu akan berlanjut terus, karena memang tenaga KPK belum memadai," ujar Emrus kepada Bisnis, Kamis (24/5/2018).
Dia menilai, korupsi tidak diatasi dari akar permasalahan, dan, KPK atau Kementerian Dalam Negeri, tambahnya, sebaiknya bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan penelitian mengenai akar perilaku koruptif.
Selain itu, proses rekrutmen kandidat yang dilakukan secara tertutup membuat proses demokrasi rentan terhadap kompromi-kompromi politik.
"Sepanjang proses rekruitmen kandidat dilakukan secara tertutup, masyarakat tidak mengetahui, saya kira sepanjang itu akan ada kompromi-kompromi politik, negosiasi-negosiasi biaya," lanjutnya.
Untuk meminimalisir hal tersebut, menurut Emrus, perlu diadakan kerja sama antara perguruan tinggi dan lembaga survei untuk menentukan kandidat calon pemimpin.
Seperti diketahui, Pada Rabu (23/5/2018) Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK.
Dalam operasi tersebut, sekitar sepuluh orang diamankan termasuk Bupati, aparatur sipil negara (ASN), konsultan lembaga survei dan pihak swasta, serta KPK mengamankan uang sekitar Rp400 juta.
"Diduga terkait proyek di daerah setempat," ujar Febri terkait OTT tersebut melalui keterangan tertulisnya, Rabu (23/5).
Penangkapan Agus Feisal merupakan tangkapan kedua KPK dalam kurun waktu satu minggu melalui OTT.
Adapun, pada 15 Mei 2018, KPK menangkap Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dalam sebuah OTT bersama istrinya yang menjabat sebagai Kasie Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, Hendrati, seorang keponakannya yang bernama Nursilawatin, serta seorang kontraktor bernama Juhari.