Kabar24.com, RAMALLAH -Palestina tak menyembunyikan kemarahannya atas sikap Amerika Serikat atas serangan Israel di Jalur Gaza.
Pejabat Palestina pada Sabtu (31/3/2018) menuduh Amerika Serikat menghalangi Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan mengenai situasi di Jalur Gaza dan mengatakan keberatan AS mendorong Israel melanjutkan agresinya terhadap rakyat Palestina.
Menteri Urusan Luar Negeri di Pemerintah Otonomi Nasional Palestina Riyad Al-Malki mengatakan di dalam satu pernyataan resmi bahwa "Washington akan menghalangi setiap upaya di Dewan Keamanan yang berkaitan dengan pembantaian yang dilakukan dan akan dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza".
Sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad (1/4/2018), ia mengatakan bahwa "tanpa perlindungan nyata AS di Dewan Keamanan, Israel takkan berani melakukan kejahatan mengerikan terhadap rakyat Palestina".
Dalam satu sidang tertutup yang diselenggarakan atas permintaan Kuwait guna membahas peristiwa berdarah di Jalur Gaza pada Jumat malam, Dewan Keamanan PBB gagal menyepakati pernyataan yang mengutuk penindasan Israel atas protes rakyat Palestina saat peringatan Hari Tanah.
"Keputusan tersebut akan dibahas dalam sidang resmi terbuka, tapi pihak AS menentang gagasan bahwa Dewan Keamanan mengeluarkan pernyataan yang mengutuk penindasan Israel terhadap demonstran," kata Mahmoud Al-Aloul, Wakil Ketua Partai Fatah, pimpinan Presiden Mahmoud Abbas. Ia menganggap posisi AS sebagai perkembangan baru dalam sikap bias AS terhadap Israel.
Baca Juga
Presiden Abbas menganggap Israel sepenuhnya bertanggung-jawab atas peristiwa pada Jumat dan mengumumkan Sabtu sebagai hari berkabung nasional.
Satu komite koordinasi yang terdiri atas faksi politik Palestina, organisasi masyarakat sipil dan kelompok pemuda beberapa pekan lalu menyerukan pawai akbar rakyat di tempat yang berjarak hampir 700 meter dari pagar perbatasan Israel dengan tema "Pawai Akbar Kepulangan", yang dimulai pada Jumat.
Pawai pada Jumat adalah awal dari protes selama enam pekan, yang direncanakan mencapai puncaknya pada 15 Mei, hari Israel merayakan berdirinya negara Yahudi dan Paletina memperingati pengalihan paksa dua per tiga rakyat Palestina dan pembersihan etnik atas 418 desa Palestina.
Pengunjuk rasa menuntut bahwa pengungsi Palestina mesti diberi hak untuk pulang ke kota kecil dan desa tersebut, asal keluarga mereka menyelamatkan diri atau dipaksa pergi ketika negara Israel berdiri pada 1948.