Kabar24.com, JAKARTA - Gelar bergengsi di bidang penegakan hak asasi manusia (HAM) yang diberikan sebuah museum di Amerika Serikat untuk pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, resmi dicabut.
Suu Kyi meraih Elie Wiesel Award enam tahun lalu dari Holocaust Memorial Museum di Amerika atas kepemimpinannya dan pengorbannya yang luar biasa dalam melawan tirani di Myanmar.
Penghargaan ini juga sebagai pengakuan atas berbagai upaya Suu Kyi dalam mewujudkan kebebasan dan martabat rakyat Myanmar. Namun, penghargaan ini dicabut karena Holocaust Memorial Museum berpandangan Suu Kyi diam saja melihat genosida yang dilakukan oleh militer Myanmar.
Kekerasan itu khusus dilakukan terhadap warga minoritas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
"Ketika militer menyerang Rohingya pada 2016 dan 2017, kami berharap Anda yang kami anggap peduli dengan HAM melakukan sesuatu untuk mengutuk dan menghentikan operasi militer yang dilakukan secara brutal, serta mengeluarkan pernyataan solidaritas bagi warga Rohingya yang diserang," menurut isi surat Holocaust Memorial Museum untuk Suu Kyi sebagimana dikutip BBC.com, Jumat (9/3/2018).
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi yang menang pemilu dan sekarang berkuasa, menolak bekerja sama dengan tim penyelidik PBB dan terus saja mengeluarkan retorika anti-Rohingya.
Baca Juga
Partai itu juga menghalangi wartawan yang ingin memberitakan pembunuhan besar-besaran dan eksodus warga Rohingya ke negara tetangga, Bangladesh.
Holocaust Memorial Museum mengatakan mestinya Suu Kyi menggunakan otoritas moral untuk mengatasi keadaan setelah menyaksikan skala kejahatan yang dilakukan oleh militer terhadap warga sipil Rohingya.
Sekitar 700.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh sejak konflik pecah pada Agustus 2017. Penelusuran yang dilakukan para wartawan dan berbagai organisasi HAM menemukan bukti-bukti kuat adanya pelanggaran HAM berat di Rakhine.
Para saksi dan korban yang selamat mengatakan militer dan kelompok militan yang didukung tentara melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah warga Rohingya. PBB menyebut perlakuan yang menimpa warga minoritas Muslim Rohingya sebagai 'jelas-jelas pembersihan etnis'.