Kabar24.com, JAKARTA - Alasan para wakil rakyat bahwa UU MD3 bertujuan melindungi anggota DPR dari upaya kriminalisasi dianggap masyarakat sipil sangat dangkal dan tidak memiliki bukti empiris.
Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz mengatakan bahwa hingga saat ini belum pernah terjadi upaya kriminalisasi terhadap anggota MPR, DPR maupun DPRD. Yang justru terjadi selama ini adalah upaya kriminalisasi terhadap kelompok masyarakat sipil yang berupaya mengadvokasi hak-hak publik.
“Yang lemah itu masyarakat bukan elite atau wakil rakyat. Secara kuantitas tidak ada kasus bernuansa kriminalisasi terhadap anggota DPR tapi justru proteksi itu yang diberikan melalui UU MD3,” ujarnya dalam diskusi di Kantor PARA Syndicate, Jumat (23/2/2018).
Dia melanjutkan, disahkannya UU MD3 merupakan suatu kemunduran demokrasi. Ironisnya, revisi UU ini justru disahkan oleh para wakil rakyat yang dulunya merupakan aktivis 1998 yang menumbangkan rezim Orba.
“Mereka kemudian kini menggiring kita kembali ke alam otoritarianisme,” katanya.
Meski demikian, menurutnya publik tidak boleh menggeneralisasi bahwa semua elemen di DPR bobrok.
Baca Juga
Pasalnya, dalam paripurna pengesahan revisi UU MD3, ada dua fraksi yang menentang regulasi tersebut yakni NasDem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dua partai ini menurutnya perlu diapresiasi oleh publik.
“Terlepas dari kepentingan politik apa yang ingin dicapai kedua partai itu, kita harus akui dan mengapresiasi langkah mereka,” terangnya.
Seperti diketahui, revisi UU MD3 telah disahkan dalam rapat paripurna DPR belum lama ini.
UU tersebut dikritik karena salah satunya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang semestinya bergerak pada ranah pengawasan kode etik para wakil rakyat, diberikan wewenang untuk terjun dalam proses hukum seperti meminta polisi menyandera pihak pengkritik DPR selama 30 hari.